2 Tahun Pemerintahan Jokowi – JK: Masih jauh dari Nawacita?

Ilustrasi (liputan6.com)

SLEMAN (kabarkota.com) – Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla (Jokowi – JK) hampir memasuki usia dua tahun, sejak dilantik pada 20 Oktober 2014 lalu. Layaknya calon-calon pemimpin Negara lainnya, Jokowi – JK juga menawarkan sembilan program prioritas yang dituangkan dalam Nawacita untuk menuju Indonesia yang berdaulat, baik di bidang politik, ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Bacaan Lainnya

Namun, hingga hampir memasuki tahun ketiga, sejumlah organisasi mahasiswa di Yogyakarta menganggap bahwa dalam dua tahun tersebut, realisasi nawacita masih jauh dari harapan.

Presiden Mahasiswa (Presma) UGM, Muhammad Ali Zainal Abidin mengatakan, berdasarkan hasil riset “2 Tahun Kinerja Jokowi – JK di mata Mahasiswa DIY,” yang dirilis Rabu (19/10/2016), masih ada tiga nawacita yang menunjukkan kinerja Jokowi dinilai kurang memuaskan. 

Ketiganya terkait tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, serta upaya pemlihan kepercayaan publik pada institusi demokrasi, upaya Negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. Selain itu juga menyangkut peningkatan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional.   

“Kami ingin memberikan rekomendasi yang obyektif kepada pemerintah dengan harapan lebih mawas diri dalam 2 tahun ini,” kata Ali kepada wartawan, di Gelanggang Mahasiswa UGM.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Ikatan Muda Muhammadiyah (IMM) Sleman, Ayu Inna Karomatika yang menilai, pemerintahan Jokowi-JK dalam dua tahun terakhir masih jauh dari cita-cita awal tersebut.

“Ekspektasi masyarakat yang berangkat dari Jokowi merupakan ‘wong cilik’ pun belum bisa membuktikan keberpihakan presiden saat ini,” kata Ayu saat dihubungi kabarkota.com, Selasa (18/10/2016). 

Menurutnya, hal itu terlihat dari tingkat kesenjangan yang masih tinggi, bantuan yang bias sasaran, serta regulasi ekonomi dan politik yang masih belum stabil.

“Jelas itu pengaruh dari mekanisme pasar dan para pemilik modal asing yang nyata menghimpit kebijakan pemerintah,” sebutnya.

Salah satunya, kata Ayu, dalam nawacita-nya, Jokowi ingin sekali menerapkan konsep kemandirian ekonomi, yang dirumuskan dengan belasan Paket Kebijakan Ekonomi. Namun kenyataannya, Indonesia belum bisa melepaskan diri dari pengaruh pasar. 

“Misalnya, dengan pemberlakuan MEA, yang jelas jauh dari manfaatnya untuk masyarakat menengah bawah,” kata Ayu lagi.

Lebih lanjut Ayuk berpendapat, semestinya masyarakat terus mengawal kebijakan tersebut. “Komponen mahasiswa yang harus memfasilitasinya, dengan memberi pemahaman terhadap keadaan ekonomi Negara, dan pemerintah juga harus punya skala pembangunan yang jelas,” pinta Ayu. 

Revolusi mental yang dicanangkan, menurutnya, juga harus mempunyai perspektif jelas. Jika memang untuk pembangunan mental, maka alokasi dana seharusnya dialirkan untuk kemakmuran, kesejahteraan masyarakat. Namun, jika pembangunan yang dimaksud adalah pengembangan raga atau misalkan dalam hal ini infrastruktur, maka itu justru terlihat blunder dengan apa yang dicita-citakan. 

“Sayangnya, pembangunan pemerintah masih ke arah sana,” sesal Ayu.  (Rep-03/Ed-03)

Pos terkait