Ilustrasi: aneka olahan pangan non beras (slemankab.go.id)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Tingginya tingkat konsumsi beras di masyarakat yang tak sebanding dengan angka produksi padi di dalam negeri menjadikan Indonesia hingga saat ini masih sangat tergantung dengan beras impor.
Kasubdit Padi Irigasi dan Rawa Kementerian Pertanian (Kementan), Wasito Hadi menyayangkan masih tingginya ketergantungan masyarakat terhadap beras sebagai makanan pokok, padahal selama ini sebenarnya banyak produk pangan selain beras, seperti ubi kayu, ubi jalar, talas, jagung maupun sagu yang bisa dijadikan sumber makanan pokok.
Karenanya ia berpendapat kampanye diversifikasi pangan ke masyarakat perlu lebih dimasifkan. Salah satunya dengan menggandeng para pakar kuliner yang mereka memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengolah bahan pangan non beras menjadi beraneka-ragam hidangan.
“Kami sebenarnya juga kurang sepaham dengan program raskin (beras miskin). Seharusnya bukan raskin tetapi pangan lokal yang biasanya dikonsumsi masyarakat setempat sehari-harinya,” ungkap Wasito kepada wartawan di Yogyakarta, Selasa (23/2/2016).
Selain itu, Wasita juga menyebutkan sejumlah contoh pengolahan pangan non beras yang cukup berhasil, seperti tiwul instan di Gunung Kidul, DIY, serta republik telo di Jawa Timur.
Sementara Kepala Dinas Pertanian DIY, Sasongko menyatakan bahwa pihaknya menyambut positif usulan dari Kementan tersebut. Pihaknya juga mengklaim telah memiliki bidang di institusinya yang lebih spesifik mengurusi masalah pangan itu. Termasuk memberikan pelatihan-pelatihan tentang pertanian dan pengolahan pangan kepada masyarakat. (Rep-03/Ed-03)