Ilustrasi: Masyarakat berfoto di photo booth memperingati 20 tahun meninggalnya wartawan Udin, Minggu (14/08/2016). (Foto: Dee)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta menggelar serangkaian kegiatan guna memperingati 20 tahun meninggalnya wartawan Harian Bernas, Harian Bernas Jogja Fuad Muhamad Syafrudin alias Udin.
Ketua AJI Yogyakarta, Anang Zakaria menjelaskan, selain untuk mengenang kematian Udin, rangkaian kegiatan ini juga bertujuan untuk mengkampanyekan penuntasan kasus tersebut.
Kegiatan ini, sebut Anang, melibatkan tak hanya kalangan jurnalis, melainkan juga seniman, pers mahasiswa, tokoh agama, aktivis hak asasi manusia dan berbagai pihak yang peduli terhadap isu kemanusiaan ini.
Kegiatan dimulai dari Kampanye Kebebasan Pers dan Kebebasan Berekspresi di Area Tugu Pal Putih Yogyakarta pada Minggu, 14 Agustus 2016, pukul 6.00 hingga 9.00 pagi. Dilanjutkan dengan aksi hitam diam, Panggung seni dan budaya “Tolak Kekerasan Rawat Kebebasan” yang digelar pada 16 Agustus 2016, pukul 16.00 hingga 17.00 WIB. Sedangkan untuk aksi hitam diam dan panggung seni budaya pukul 17. 00 hingga 22.00 WIB, di Tugu Pal Putih Yogyakarta.
Menurutnya, ini menjadi momentum untuk mengingatkan kembali Pemerintah dan penegak hukum di DIY agar tidak melupakan kewajibannya menyelesaikan kasus pembunuhan terhadap jurnalis tersebut. Terlebih, reputasi polisi dalam mendukung kebebasan pers buruk karena gagal mengungkap siapa yang mengotaki pembunuhan Udin.
“Kami mengenang dan memberi penghormatan kepada jurnalis Udin yang tewas karena menjalankan profesinya. Semoga apa yang dialami Udin tidak lagi menimpa wartawan di Yogyakarta maupuan di seluruh Tanah Air. Selain Udin, sejatinya masih ada tujuh kasus pembunuhan terhadap jurnalis di Indonesia yang sampai sekarang masih kelam,” kata Anang melalui siaran pers yang diterima kabarkota.com, Selasa (16/8/2016).
Ketujuh wartawan yang juga meninggal adalah Naimullah (jurnalis Harian Sinar Pagi di Kalimantan Barat, ditemukan tewas pada 25 Juli 1997), Agus Mulyawan (jurnalis Asia Press di Timor Timur, 25 September 1999), Muhammad Jamaluddin (jurnalis kamera TVRI di Aceh, ditemukan tewas pada 17 Juni 2003), Ersa Siregar, jurnalis RCTI di Nangroe Aceh Darussalam, 29 Desember 2003), Herliyanto (jurnalis lepas tabloid Delta Pos Sidoarjo di Jawa Timur, ditemukan tewas pada 29 April 2006), Adriansyah Matra’is Wibisono (jurnalis TV lokal di Merauke, Papua, ditemukan pada 29 Juli 2010) dan Alfred Mirulewan (jurnalis tabloid Pelangi, Maluku, ditemukan tewas pada 18 Desember 2010).
Pada 13 Agustus 1996 lalu, jurnalis Udin dianiaya oleh orang tak dikenal. Setelah koma selama beberapa hari, Udin akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada 16 Agustus 1996, sehari sebelum peringatan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus.
Sayangnya, hingga 20 tahun kematiannya, siapa penganiaya dan pelaku yang mengotaki kematian Udin masih misterius. Kepolisian DIY yang menangani kasus ini sampai sekarang gagal menyeret pembunuh Udin ke meja hijau.
Polisi bahkan sempat mengklaim bahwa kematian Udin terkait masalah pribadi dengan menyeret Dwi Sumaji alias Iwik sebagai tersangka pembunuhan. Namun Pengadilan Negeri Bantul membebaskan Iwik dan mematahkan klaim polisi. Iwik bebas, tapi pembunuh Udin masih gelap. Banyak pihak meyakini bahwa Udin dibunuh karena terkait aktivitasnya sebagai jurnalis.
Semasa hidupnya, Udin terkenal sebagai wartawan yang sering menyoroti isu-isu korupsi di lingkungan pemerintah Kabupaten Bantul yang kala itu dipimpin Bupati Sri Roso Sudarmo. Aktivitas jurnalistik yang terbilang jarang dilakukan wartawan di era rezim Orde Baru. (Rep-03/Ed-03)