Aliansi Bong Suwung Desak PT KAI Daop 6 Yogya tunda Sterilisasi

Aksi Aliansi Bong Suwung di depan kantor PT KAI Daop 6 Yogyakarta, pada Selasa (24/9/2024). (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Perempuan yang mengenakan hoodie hitam dengan rambut terikat itu terlihat menahan tangis sedih dan kecewa, saat mendengar penjelasan hasil audiensi warga Bon Suwung dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasional (Daop) 6 Yogyakarta, pada Selasa (24/9/2024).

Dia adalah satu di antara puluhan perempuan yang merasa sangat resah dengan rencana PT KAI Daops 6 Yogyakarta yang akan segera mensterilkan Bong Suwung dari bangunan dan aktivitas warga di sana. Itu artinya, mereka terancam kena gusur, jika tidak segera pindah.

Saat berorasi, perempuan yang enggan disebut namanya itu mengaku dirinya seorang janda beranak dua yang selama ini kerja banting tulang di Bong Suwung, untuk menghidupi anak-anaknya.

“Saya cari kerja cari uang sendiri untuk menghidupi 2 anak. Kalau nanti digusur, apakah bapak mampu memberikan pekerjaan untuk saya, pak?” tanya dia kepada salah satu petugas keamanan PT KAI yang berjaga di depan gerbang kantor tersebut.

Namun pertanyaan ibu dua anak tersebut tidak digubris sama sekali.

Raut muka sedih dan kecewa terlihat dari seorang perempuan yang turut berdemonstrasi di depan kantor PT KAI Daop 6 Yogyakarta, pada Selasa (24/9/2024). (dok. kabarkota.com)

Dalam aksi kali ini, selain beraudiensi dengan pihak PT KAI Daops 6 Yogyakarta, warga yang tergabung dalam Aliansi Bong Suwung juga mendesak penundaan sterilisasi, serta menuntut relokasi dan kompensasi.

Namun, Restu Baskara selaku kuasa hukum Aliansi Bong Suwung mengungkapkan, pihak PT KAI tidak mengabulkan tuntutan mereka. Termasuk, usulan pemagaran di sepanjang kiri kanan rel sebagai bentuk dukungan mereka atas rencana sterilisasi Bong Suwung.

“Untuk kompensasi, warga hanya akan diberi ongkos bongkar sebesar Rp 200 ribu per meter untuk bangunan semi permanen dan Rp 250 ribu untuk bangunan permanen. PT KaI akan menambah untuk ongkos angkut bangunan itu sebesar Rp 500 ribu per rumah,” sebut Kuasa Hukum dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) ini.

Menurutnya, warga Bong Suwung harus memberikan kepastian akan menerima kompensasi tersebut atau menolaknya, maksimal pada hari Jumat (27/9/2024) mendatang.

Padahal warga menuntut, kompensasi kisaran Rp 20 juta – 30 juta per orang dengan asumsi sebagai ganti rugi selama satu tahun atas hilangnya mata pencaharian, dan usaha mereka.

Sedangkan permintaan penundaan sterilisasi, lanjut Restu, terkait adanya surat dari DPRD Kota Yogyakarta dan Ombudsman RI (ORI) Perwakilan DIY yang juga meminta penundaan tersebut karena ada indikasi maladministrasi.

“Warga Bong Suwung punya KTP. Mereka juga berhak atas jaminan kehidupannya,” tegasnya.

Restu menyebut, jumlah warga yang tinggal di Bong Suwung sekitar 164 jiwa. Hanya saja, jika ditotal dengan warga yang tinggal di luar Bong Suwung namun bekerja di sana, maka jumlahnya menjadi 226 jiwa.

Anggota DPRD Kota Yogya: Lanjutkan Perlawanan tanpa Bentrok Fisik

Salah satu anggota DPRD Kota Yogyakarta, Krisnadi Setyawan yang turut hadir dalam audiensi tersebut menambahkan bahwa sebenarnya antara PT KAI, Pemda DIY, dan Pemkot Yogyakarta dulu sudah pernah berembuk masalah ini.

Anggota DPRD Kota Yogyakarta, Krisnadi Setyawan saat menyampaikan masukan untuk Aliansi Bong Suwung, di depan Kantor PT KAI Daop 6 Yogyakarta, pada Selasa (24/9/2024). (dok. kabarkota.com)

“Jadi mereka yang warga Kota Yogyakarta menjadi tanggungannya Pemkot. Warga DIY menjadi tanggungan Pemda DIY, dan warga luar DIY menjadi tanggungan PT KAI. Tapi kenyataannya hari ini, kesepakatan itu mentah,” sesalnya.

Untuk itu, pihaknya berharap agar perlawanan warga Bong Suwung terus dilanjutkan. Namun, jika sampai hari Jumat mendatang, warga Bong Suwung memang harus pindah, maka warga sebaiknya tetap berkemas.

“Jangan sampai ada bentrok fisik,” pintanya.

Berkemas itu perlu dilakukan, sambung Krisnadi, agar nantinya warga tidak hanya diperhatikan PT KAI, tetapi juga Keraton Yogyakarta dan Pemda DIY. Mengingat, tanah Bong Suwung yang akan disterilisasi itu merupakan tanah Sultan Ground (SG).

“Saya sarankan, kalian mengungsi di DPRD DIY… karena Ngarso Dalem (Gubernur) rapatnya dengan DPRD DIY,” turutnya.

Pihaknya selaku DPRD Kota Yogyakarta menyatakan siap mengikuti kebijakan bersama, selama PT KAI dan Pemda DIY setuju menanggung beban bersama.

“Insya Allah akan saya kawal terus,” tegas anggota DPRD kota Yogyakarta dari Dapil 3 ini.

PT KAI: Bong Suwung termasuk Area Emplasemen  Stasiun Yogya yang harus Steril

Sementara itu, Manajer Humas PT KAI Daop 6 Yogyakarta, Krisbiyantoro berdalih, pihaknya telah menjalankan program sterilisasi itu sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Terlebih, rencana penertiban sudah digaungkan PT KAI sejak tahun 2010 silam.

PT KAI Daop 6 Yogyakarta, kata Krisbiyantoro, telah melayangkan Surat Peringatan ketiga kepada warga Bong Suwung, pada 20 September 2024 yang berlaku hingga tujuh hari ke depan.

Manajer Humas PT KAI Daop 6 Yogyakarta, Krisbiyantoro. (dok. kabarkota.com)

“Kami masih memberikan batas waktu hingga Jumat, pukul 15.00 WIB bagi warga yang sepakat menerima kompensasi uang biaya bantu bongkar dan angkut,” ucapnya kepada wartawan usai menerima audiensi Aliansi Bong Suwung.

Krisbiyantoro mengklaim bahwa sebenarnya sudah ada sekitar 50 persen warga Bong Suwung yang sepakat dengan rencana tersebut, tanpa sepengatahuan tim perunding dari Aliansi Bong Suwung. Bahkan, mereka sudah mengisi surat persetujuan pembongkaran dan menerima kompensasi.

Lebih lanjut pihaknya menjelaskan, kawasan Bong Suwung termasuk dalam area emplasemen Stasiun Yogyakarta sisi Barat yang akan dikembalikan fungsinya sebagai area operasional Kereta Api. Total luasan emplasemen sekitar 2.800 meter persegi yang terdiri dari sisi kanan dan kiri rel.

“Emplasemen adalah luasan sejumlah lahan penguasaan yang ada di stasiun dan dibatasi dengan sinyal masuk dari dua arah, baik kanan dan kiri,” terangnya.

Oleh karena itu, Krisbiyantoro menekankan bahwa emplasemen harus steril karena terdapat jalur-jalur kereta api. Termasuk, tempat kereta api berbelok.

“Di Bong Suwung itu juga menjadi tempat perpindahan rel-rel dan penempatan alat pendukung operasi,” paparnya.

Dengan begitu, tempat tersebut perlu disterilkan untuk mengurangi resiko dari sisi keamanan operasional kereta api.

Terkait usulan pemagaran, menurutnya, warga Bong Suwung beraktifitas di dalam pagar. Sedangkan opsi relokasi tidak diambil oleh PT KAI, karena bukan termasuk kewenangannya. (Rep-01)

Pos terkait