Aksi Aliansi Jogja Memanggil desak pembatalan PPN 12 persen yang digelar di Kawasan Malioboro Yogyakarta, pada 30 Desember 2024 (dok. kabarkota.com)
… PPN 12 persen bukan hanya sekadar angka, tetapi belati yang menusuk rakyat kecil…
Bahwa setiap persen adalah beras yang tak jadi dimasak. Setiap persen adalah mimpi yang terpaksa dikubur dalam-dalam…
Penggalan puisi tersebut dibacakan oleh salah satu orator saat aksi Aliansi Jogja Memanggil “Seruan Aksi Serentak Batalkan Kenaikan PPN 12 Persen” di depan pintu gerbang gedung DPRD DIY, pada 30 Desember 2024.
Orator itu adalah Niazi Zubaid, anggota Dewan Mahasiswa Justicia Fakultan Hukum UGM.
Menurutnya, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen akan sangat berdampak di masyarakat. Tak terkecuali bagi para mahasiswa seperti dirinya. Sebab, dengan naiknya pajak tersebut, maka harga-harga kebutuhan hidup juga akan ikut mengalami kenaikan. Itu artinya, biaya hidup para mahasiswa di Kota Pelajar ini juga akan membengkak.
“Mahasiswa itu kebanyakan belum berpenghasilan. Kami hanya mengandalkan penghasilan dari orang tua. Oleh karena itu, dengan kenaikan PPN ini bisa dibilang semakin menyusahkan…kami,” ungkap Niazi saat di sela-sela aksi.
Pria berkaca-mata ini mencontohkan, rata-rata kebutuhan hidupnya di Yogyakarta saat ini saja sekitar Rp 2 juta per bulan. Itu belum termasuk biaya kuliahnya. Jadi, dengan PPN naik, maka biaya hidupnya hampir pasti akan lebih dari Rp 2 juta per bulan. Sedangkan dirinya selama ini masih mengandalkan uang dari orang tua yang berprofesi sebagai guru.
Sementara itu, aktivis buruh Yogyakarta, Giyanto menyuarakan bahwa pemerintah terkesan mengelabuhi rakyat khususnya kaum buruh dan pekerja dengan memberikan kenaikan Upah Minimum 6,5 persen di tahun 2025 mendatang, namun hampir dibarengi dengan kenaikan PPN menjadi 12 persen.
“Artinya kenaikan itu tidak cukup mampu untuk meningkatkan daya beli kaum buruh,” seru Giyanto dalam orasinya.
Oleh karena itu, Juru Bicara Aliansi Jogja Memanggil, Surastri mendesak pembatalan PPN 12 persen dan melaksanakan PPN 5 persen.
Pihaknya menjelaskan bahwa secara hukum Perundang-Undangan, PPN 5 persen sangat memungkinkan diterapkan di Indonesia. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Pasal 7Ayat 3 Bab IV, yang menyebut, tarif PPN berada di kisaran 5-15 persen.
“Peraturan ini dapat diterapkan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perrpu), jika Presiden Indonesia, Prabowo Subianto lebih memihak pada rakyat menengah ke bawah,” anggapnya.
Desakan penurunan PPN ke 5 persen itu juga dibarengi dengan tawaran untuk menarik pajak orang-orang kaya (tax the rich), sebagai bentuk pemasukan lain di tengah ruang fiskal yang menyempit, serta kelesuan ekonomi rakyat menengah bawah Indonesia.
Pihaknya mengasumsikan, dengan memajaki kekayaan pada 50 orang super kaya di Indonesia akan berpotensi menyumbang pemasukan sekitar Rp 81,56 triliun per tahun. Nilai ini lebih besar dari potensi pemasukan Rp 75 triliun, jika menerapkan PPN 12 persen.
Selain menggelar aksi pada 30 Desember, Aliansi Jogja memanggil akan kembali menggelar Aksi Serentak dengan mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman menuju gedung DPRD DIY, pada 31 Desember 2024. (Rep-01)