Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqqodas (dok. screenshot zoom)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Aliansi Organisasi Pendidikan secara tegas menolak terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja Klaster Pendidikan yang tengah dibahas DPR RI dan Pemerintah.
Anggota Aliansi dari Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa (PKBTS), Ki Darmaningtyas berpandangan bahwa RUU ini berntentangan dengan UUD 1945. Mengingat, RUU tersebut jelas akan menjadikan pendidikan sebagai Badan Usaha yang orientasinya untuk mencari keuntungan.
“Komersialisasi pendidikan sekarang ini masih malu-malu karena masih ada tarik-menarik. Kalau RUU ini disahkan dan pasal-pasalnya tidak diubah, maka komersialisasinya dilegalisasi sehingga makin kuat,” papar Ki Darmaningtyas dalam Jumpa Pers Vitual yang digelar PP Muhammadiyah, Selasa (22/9/2020).
Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqqodas juga beranggapan bahwa pendidikan menjadi penentu maju-mundurnya masa depan suatu bangsa. Sementara dengan adanya Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini seolah-olah menjadi upaya penghancuran kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sudah di depan mata. Meskipun, sekarang belum diundangkan.
Oleh karenanya, Aliansi Organisasi Pendidikan mendesak agar DPR RI dan pemerintah dapat mengeluarkan klaster pendidikan dan kebudayaan dari RUU Cipta Kerja.
“Kami tegaskan bahwa kebijakan pendidikan nasional berlandaskan filosofi kebudayaan
Indonesia dan menjauhkan dari praktik komersialisasi dan liberalisasi,” kata Sekretaris LPMa’arif NU PBNU, Harianto Ogie saat membacakan pernyataan sikap.
Menurutnya, pengaturan tentang ketentuan Pendidikan dan Kebudayaan dalam RUU Cipta Kerja yang masuk dalam BAB III tentang Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha menandakan secara paradigmatik menempatkan pendidikan dan kebudayaan dalam rezim investasi dan kegiatan berusaha.
Hal ini, sambung Harianto, telah menggeser politik hukum pendidikan menjadi rezim perizinan berusaha melalui penggunaan terminologi izin berusaha pada sektor pendidikan, yang sesungguhnya tidak berorientasi laba.
Selain itu, Aliansi juga khawatir, dengan adanya RUU tersebut, peran penyelenggaraan pendidikan tinggi keagamaan, oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama akan dihilangkan, sehingga kementerian urusan Agama tidak akan memiliki kewenangan untuk mengontrol pendidikan tinggi keagamaan yang diselenggarakan di Indonesia.
Pada kesempatan ini, Aliansi Organisasi Pendidikan juga mengancam, jika RUU tersebut dipaksakan untuk disahkan, maka mereka akan menempuh jalur Konstitusi, dengan mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Aliansi ini terbentuk dari Koalisi berbagai Organisasi Pendidikan di Indonesia. Diantaranya, Majelis Diktilitbang dan Majelis Dikdasmen, serta Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, LP Ma’arif NU PBNU, Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta, dan PKBTS. (Rep-01)