Ilustrasi (dok. lo-diy)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Keputusan Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta mencabut moratoriun izin hotel yang dituangkan dalam Perwakilan Walikota (Perwal) No 85 Tahun 2018, mendapat kritik tajam dari anggota DPRD Kota Yogyakarta.
Nasrul Khoiri selaku Ketua Komisi B DPRD kota Yogyakarta mengatakan, meskipun Pemkot Yogyakarta mengklaim telah mempertimbangkan beberapa aspek kajian sebelum menerbitkan Perwal tersebut, namun terkesan mengabaikan aspirasi masyarakat serta menegaskan bahwa Pemkot cenderung memihak pada kepentingan investor.
Hal senada juga diungkapkan anggota DPRD Kota Yogyakarta, Fokki Ardiyanto yang berpendapat bahwa semestinya Pemkot mempertimbangkan beberapa hal sebelum mencabut moratorium tersebut.
“Pada saat moratorium masih diberlakukan saja, ada investor yang melanggar aturan dengan sengaja menabrak atau mengakali aturan Pemkot,” sesal Fokki, melalui siaran pers yang diterima kabarkota.com, Rabu (3/1/2019).
Selain itu juga masih banyak masyarakat yang mengeluh dan mengadukan ke DPRD Kota Yogyakarta maupun ke lembaga Ombudsman mengenai dampak pembangunan hotel atau hunian bertingkat yang mengabaikan aspek sosial dan lingkungan hidup. Namun, mirisnya keluhan dan aspirasi masyarakat tersebut selalu ‘mentok’ pada jawaban Pemkot yang normatif.
Ditambah lagi, selama ini belum adanya bukti empirik sumbangsih hotel kepada peningkatan signifikan atas PAD di Kota Yogyakarta. Mengingat, Pemkot belum menyiapkan sistem yang integral atas potensi PAD dari pajak hotel.
“Pemkot Yogyakarta tidak pernah melibatkan DPRD kota Yogyakarta dalam penyiapan kebijakan pencabutan moratorium ini. Padahal, kedudukan DPRD kota Yogyakarta sebagai salah satu unsur pemerintah daerah,” tegasnya.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak Pemkot Yogyakartak menarik kembali Perwal 85/2018, dan melakukan evaluasi dengan melibatkan komponen komponen masyarakat termasuk DPRD kota Yogyakarta.
Sebelumnya, Pemkot melalui Wakil Walikota Yogyakarta, Heroe Poerwadi mengumumkan, pencabutan moratorium izin pembangunan hotel baru yang berlaku sejak 2014 lalu. Hanya saja, keran izin hanya dibuka terbatas untuk pembangunan hotel bintang empat dan lima.
“Setelah melakukan berbagai diskusi, kajian dan meminta pendapat dari berbagai pihak terkait serta pertimbangan kebutuhan di masa yang akan datang, maka moratorium izin pembangunan hotel baru dicabut. Tetapi, izin akan dibuka terbatas untuk hotel bintang empat dan lima serta guest house atau home stay,” kata Heroe seperti dilansir dari laman Antaranews, 2 Januari 2019.
Pemberian izin pembangunan hotel itu diatur dalam Perwal Kota Yogyakarta Nomor 85 Tahun 2018, yang akan berlaku hingga 31 Desember 2019 mendatang
Pertimbangan pemberian moratorium terbatas itu di antaranya, persyaratan yang harus dipenuhi untuk membangun hotel kelas premium tersebut cukup sulit sehingga dengan sendirinya akan membatasi investor untuk membangun hotel di Yogyakarta.
Kebutuhan luasan lahan yang harus dipenuhi investor untuk membangun hotel bintang empat dan lima itu, anggap Heroe, akan sulit dipenuhi. Mengingat, luas lahan di Kota Yogyakarta terbatas karena hampir semua lahan sudah dipenuhi bangunan.
Namun pihaknya berdalih, jika investor dapat memenuhi syarat luas lahan, maka keberadaan hotel bintang empat dan lima tersebut akan membantu Kota Yogyakarta untuk penyediaan kamar bagi wisatawan dalam jumlah yang cukup banyak.
Hingga saat ini, di Kota Yogyakarta terdapat 624 hotel atau penginapan dengan sekitar 14.000 hingga 20.000 unit kamar yang didominasi oleh hotel melati satu dengan 314 hotel. Sedangkan untuk melati dua berjumlah 43 hotel, melati tiga sebanyak 29 hotel dan losmen sebanyak 152 hotel.
Sementara itu, hotel berbintang di Yogyakarta, terdiri dari empat hotel bintang lima, 14 hotel bintang empat, 30 hotel bintang tiga, dan masing-masing 19 hotel bintang dua dan bintang satu.
Sementara saat moratorium diberlakukan mulai 1 Januari 2014 silam, Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Kota Yogyakarta menerima sebanyak 104 pengajuan izin membangun hotel baru. Sebanyak 88 IMB sudah dikeluarkan dan 61 hotel sudah selesai dibangun, 16 dalam proses pembangunan dan 11 izin dicabut. (Ed-02)