Ilustrasi: aksi mahasiswa UGM di halaman rektorat UGM, Senin (2/5/2016). (sutriyati/kabarkota.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada 2 Mei lalu, menjadi semacam tonggak kebangkitan pergerakan aksi mahasiswa UGM yang sekian lama hampir tak terdengar suara vokalnya. Pasalnya, sejak Senin (2/5/2016) pagi, ribuan mahasiswa UGM dari berbagai fakultas dan organisasi kemahasiswaan telah menduduki gedung rektorat, dengan menyuarakan sejumlah aspirasi.
Padahal sebelumnya, beredar informasi di kalangan media dari pihak rektorat bahwa aksi tersebut hanya sebatas simulasi para mahasiswa.
Syahdan Husein, koordinator dari mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM, saat dihubungi kabarkota.com, Senin (9/5/2016) mengungkapkan, pernyataan simulasi dari pihak kampus itu menjadi salah satu pendorong para mahasiswa, yang menganggap hal itu sebagai bentuk pembungkaman terhadap media.
“Itu membuat mahasiswa gerah dengan kebohongan-kebohongan. Lalu, ditambah dengan masalah-masalah yang sering timbul, seperti KKN, PPSMB, beasiswa PPAB, dan Tukin, termasuk juga UKT,” sebutnya.
Khusus masalah Uang Kuliah Tunggal (UKT), menurut Husein, sebenarnya permasalah tersebut telah diadvokasi sejak tiga tahun lalu, namun belum ada tindak lanjut dari pihak kampus.
“Nah, untuk menciptakan kesadaran kolektif di kalangan mahasiswa, kami sepakat mempunyai musuh bersama yaitu rektorat yang dzalim dan otoriter,” tegasnya. Terlebih, pihaknya mengklaim telah melakukan berbagai upaya, baik audiensi maupun negosiasi namun tidak menghasilkan sesuatu sebagaimana yang mereka harapkan.
Sebelumnya pada tahun, lanjut Husein, juga terjadi kesalahpahaman di kalangan mahasiswa UGM, menyusul adanya polemik dari Menristekdikti. “Dari situ juga yang akhirnya menyatukan kami bahwa permasalahn itu harus diangkat lebih besar, maka jadilah aksi tanggal 2 Mei itu,” imbuhnya.
Untuk menghimpun massa yang mencapai ribuan tersebut, Husein bersama para aktifis mahasiswa lainnya membangun jaringan kampus dan melakukan berbagai cara, mulai dari ngamen hingga bagi-bagi selebaran yang intinya melakukan pendekatan secara kultural kepada para mahasiswa.
“Siapapun mahasiswa yang ingin membantu dalam aksi tersebut boleh masuk, apapun latar belakangnya,” kata Husein lagi. Termasuk juga masalah penggalangan dana untuk membiayai aksi mereka kali ini.
Rencananya, para mahasiswa akan kembali menggelar aksi serupa jika sampai akhir bulan Mei ini tidak ada kejelasan sikap dari kampus secara tertulis terkait sejumlah tuntutan mereka. Diantaranya soal UKT, wacana relokasi bonbin, dan tukin bagi tendik pns UGM. (Rep-03/Ed-03)