Suasana RAT Koperasi Tri Dharma pada 26 Mei 2023 (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Penyelenggaraan Rapat Anggota Tahunan (RAT) Koperasi Tri Dharma Tahun 2023 terbilang paling dinamis sepanjang sejarah berdirinya Koperasi milik Pedagang Kaki Lima (PKL) Malioboro yang kini menempati Teras Malioboro (TM) 2.
Hari Kamis (25/5/2023) pagi itu, puluhan PKL yang mayoritas ibu-ibu antusias menghadiri RAT Koperasi Tri Dharma, di salah satu rumah makan Jalan Wonosari Yogyakarta. Meskipun, mereka tidak mendapatkan undangan dari pengurus untuk menghadiri RAT tersebut, namun dengan mengendarai bus, mereka datang dengan rombongan.
Sekitar pukul 11.00 WIB, puluhan ibu-ibu yang beberapa di antaranya mengajak anak kecil, terlihat berteduh di emperan kios-kios yang ada di dekat lokasi RAT. Sementara sebagian lainnya berada di lokasi RAT, dengan duduk di tempat seadanya, karena keterbatasan kursi yang disediakan oleh pengurus.
Ketua Koperasi Tri Dharma, Rudiarto mengaku, pihaknya hanya mengundang perwakilan sekitar 90 orang dari total 923 anggota, dengan asumsi satu orang mewakili 10 orang.
“Tapi ternyata yang hadir lebih dari 120 orang. Artinya ada di luar mekanisme yang tidak diundang,” kata Rudi di sela-sela pelaksanaan RAT.
Hal tersebut, menurut Rudi, lantaran keterbatasan anggaran, mengingat kondisi keuangan koperasi dalam kondisi defisit Rp 66 juta, setelah tiga tahun dihantam Pandemi Covid-19 dan pasca relokasi PKL ke TM 2 yang memengaruhi kondisi finansial para anggota sehingga ada penundaan pembayaran angsuran simpan pinjam, dan sebagainya.
Anggota Cium ‘Aroma’ Kejanggalan dalam Kepengurusan Koperasi
Sementara salah satu anggota Koperasi Tri Dharma, Arif Usman menganggap forum ini menjadi waktu yang tepat bagi para anggota untuk menggunakan hak suara sebagai pemilik koperasi. Sekaligus, mendengarkan laporan pertanggung-jawaban pengurus koperasi yang dinilai banyak kejanggalan.
“Makanya, banyak anggota yang tidak mendapatkan undangan turut hadir, karena ingin menggunakan haknya” tegasnya.
Menurut Arif, sejak PKL pindah dari lorong ke TM 2, sekitar 85 persen PKL mengalami penurunan penghasilan yang sangat drastis. Di lain pihak, para pengurus justru menikmati hasil dari relokasi. Tak hanya itu, pihaknya juga menyoroti tidak adanya peran koperasi di TM 2, bahkan ketika ada anggota koperasi yang meninggal dunia tidak mendapatkan sumbangsih sama sekali.
“Sekarang di TM 2 ada forum Paguyuban Pedagang TM 2. Paguyuban ini yang melakukan serkileran (patungan) untuk membantu para anggota yang berduka cita,” ucap Arif.
Dari pantauan kabarkota.com, forum Pandangan Umum Anggota berlangsung sangat dinamis dan cukup tegang. Satu per satu anggota yang menemukan kejanggalan dalam kepengurusan koperasi mulai bersuara.
Anggota Koperasi, Shinta Septiani, bahkan beberapa kali angkat bicara di forum tersebut. Beberapa kejanggalan yang diungkapkan para anggota itu terkait:
1. Pengelolaan Keuangan Koperasi tidak Transparan
Para anggota mempertanyaan pengelolaan keuangan koperasi yang tidak transparan. Terlebih dengan adanya laporan pengurus bahwa kondisi keuangan koperasi saat ini defisit Rp 66 juta, dan uang sekitar Rp 800 juta yang pengelolaanya tidak jelas. Oleh karena itu, Endang sebagai salah satu anggota koperasi meminta adanya audit dari eksternal untuk menelusuri kejanggalan tersebut.
Sedangkan Shinta mempertanyakan tentang aliran uang yang dipungut oleh pengurus koperasi sebesar Rp 6.5 juta untuk balik nama lapak bagi ahli waris anggota yang sudah meninggal dunia.
“Saya juga mendengar bahwa dari uang Rp 6.5 juta itu, yang Rp 1 juta masuk ke ketua kelompok, tapi sebagian mereka tidak menerima uangnya. Ayah saya juga ketua kelompok dan tidak menerima uang itu. Maka, itu harus dijelaskan,” tegas Shinta.
Selain tidak adanya transparansi, para anggota yang melakukan balik nama lapak dan telah menyetorkan uang ke koperasi tidak mendapatkan bukti kwitansi. Padahal, sebagai sebuah lembaga yang memiliki legalitas, semestinya setiap transaksi keuangan koperasi ada bukti resminya, termasuk dalam bentuk kwitansi.
Menanggapi persoalan tersebut, Rudi beralasan bahwa uang balik nama lapak yang sebelumnya sebesar Rp 6.5 juta, sekarang menjadi Rp 3.5 juta berdasarkan hasil rapat pengurus dengan ketua kelompok, setelah adanya klarifikasi pengurus ke Lembaga Ombudsman Daerah.
2. Dugaan Pengurus memperpanjang Masa Jabatan secara Sepihak
Kejanggalan kedua, masih disuarakan Shinta, yakni terkait adanya dugaan masa perpanjangan kepengurusan koperasi yang dilakukan secara sepihak. Hal itu terlihat dari Laporan Pengurus Koperasi Tahun 2021 yang tertulis bahwa masa Jabatan Kepengurusan berakhir pada Desember 2023. Namun para Laporan Pengurus Koperasi Tahun 2022, masa jabatan kepengurusan berakhir pada Desember 2024. Hal tersebut memunculkan mosi tidak percaya mereka kepada kepengurusan sekarang.
Dalam hal ini, Rudi berkilah dengan mengatakan bahwa dirinya tidak tahu jika ada perbedaan masa jabatan kepengurusan dalam pencetakan kedua laporan tersebut.
“Ini mengesankan kalau saya ingin mempertahankan jabatan. Padahal kalau yang benar berdasarkan akte pendirian, dan sumpah jabatan hanya sampai akhir tahun 2023, itu pun akan saya lakukan. Saya juga sudah bosan,” ujarnya.
Sementara Sunu Wibowo dari Perwakilan Dinas Koperasi, UKM dan Nakertrans Kota Yogyakarta yang turut hadir pada pertemuan tersebut mencoba menengahi permasalahan antara pengurus dan anggota dengan meminta agar masa jabatan berakhir pada Desember 2023 yang menjadi acuannya.
“Berarti untuk RAT besok akan ada agenda pemilihan pengurus,” pinta Sunu.
3. Penggelembungan Kepemilikan Lapak Pengurus Koperasi di TM 2
Persoalan selanjutnya diungkapkan oleh Arif Usman yang menyoroti ketimpangan kesejahteraan antara pengurus dan anggota koperasi, sejak mereka direlokasi ke TM 2. Salah satunya, dugaan penggelembungan kepemilikan lapak pengurus Koperasi. Pengurus yang sebelumnya hanya memiliki satu lapak, sekarang mereka mempunyai lebih dari satu itu. Bahkan berada di lorong yang strategis.
“Dan ini sudah menjadi rahasia umum,” sesalnya.
Untuk itu, pihaknya mendesak agar ada pembentukan tim verifikasi di luar kepengurusan untuk mencocokkan data PKL sebelum dan sesudah relokasi di TM 2.
Namun, Rudi membantah hal tersebut. Ia mengklaim bahwa lapak-lapak yang ditempati oleh anggota keluarga itu disewa dari pedagang lain, dengan sistem kontrak.
Anggota Desak KLB
Berbagai kejanggalan dalam kepengurusan Koperasi Tri Dharma tersebut mendorong anggota mengusulkan adanya Kongres Luar Biasa (KLB) karena adanya mosi tidak percaya anggota. Hal tersebut disampaikan salah satu anggota koperasi, Tohir. Pihaknya menganggap, pengurus akan kesulitan berhadapan dengan para anggotanya jika sudah tidak ada rasa saling percaya.
“Saya juga mohon ketika ingin KLB, maka perlu pendampingan supaya ada yang mengarahkan sehingga tidak malah membuat koperasi kolaps,” tutur Tohir.
Menanggapi desakan tersebut, Sunu dari pihak dinas menyarankan agar KLB yang akan digelar tidak membahas tentang pergantian kepengurusan, karena KLB tidak bisa mengganti pengurus hanya dalam enam bulan. Sementara sisa masa jabatan para pengurus sebenarnya hanya sampai akhir tahun 2023 yang artinya tinggal beberapa bulan saja.
Sedangkan Rudi selaku ketua koperasi tidak mempermasalahkan jika akan digelar KLB. Hanya saja, pihaknya meminta agar para ketua kelompok dilibatkan sebagai panitia penyelenggaraan KLB tersebut nantinya. Namun para anggota yang hadir tidak sepakat.
“Sekarang, RAT saya tutup, dan saya tidak akan menyampaikan laporan diterima atau tidak karena percuma saya sampaikan karena anggota sudah menyampaikan mosi tidak percaya,” ucap Rudi mengakhiri rapat setelah sekitar lima jam berlangsung dengan penuh dinamika.
Sementara bagi Arif Usman, semenjak dirinya menjadi anggota Koperasi Tri Dharma, baru kali ini terjadi pergolakan.
“Selama ini banyak anggota lebih memilih diam, karena takut tidak akan dapat jatah lapak. Tapi sekarang, ini masalah perut yang sudah tidak bisa ditahan,” anggapnya. (Rep-01)