Ilustrasi (dok. rumahpemilu)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Jelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2019, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY telah memetakan Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berpotensi rawan.
Komisioner Bawaslu DIY, Muhammad Amir Nashiruddin menjelaskan, TPS rawan adalah setiap peristiwa yang berpotensi mengganggu pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS yang berdampak pada hilangnya hak pilih, mempengaruhi pilihan pemilih, dan mempengaruhi hasil pemilihan.
“Dalam pengawasan tahapan pemungutan dan penghitungan suara, Pemetaan TPS rawan ini menjadi cara bagi Pengawas Pemilu untuk mencegah terjadinya pelanggaran dan kecurangan di TPS,” kata Amir dalam siaran pers Bawaslu DIY, Senin (15/4/2019).
Berangkat dari pemetaaan TPS rawan ini, lanjut Amir, pengawas Pemilu dapat menyusun atau menyiapkan rencana dan langkah-langkah taktis serta strategis dalam upaya pencegahan terjadinya pelanggaran dan kecurangan di TPS yang telah didentifikasi sejak awal.
Menurutnya, pemetaan TPS rawan dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Pengawas Pemilu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa di seluruh wilayah DIY, dengan menyusun instrumen yang digunakan sebagai standar dalam menyusun peta TPS rawan.
“Instrumen tersebut disusun sebagai panduan bagi jajaran pengawas Pemilu dalam melakukan identifikasi TPS rawan dalam Pemilihan Umum Tahun 2019,” ungkapnya.
Ditambahkan Amir, ada empat variabel dengan 10 indikator dalam pemetaan TPS rawan. Variabel pertama, penggunaan hak pilih/hilangnya hak pilih di DIY dengan indikator terdapat Pemilih DPTb dalam TPS rata-rata mencapai sebesar 26,12%; indikator terdapat Pemilih DPK dalam TPS rata-rata mencapai sebesar 7,60%; indikator TPS dekat rumah sakit rata-rata mencapai sebesar 1,00%; indikator TPS dekat perguruan tinggi rata-rata mencapai sebesar 2,01%, dan indikator TPS dekat lembaga pendidikan (pesantren/asrama) rata-rata mencapai sebesar 5,53%.
Variabel kedua Kampanye di DIY, dengan indikator Terdapat praktik pemberian uang atau barang pada masa kampanye di TPS rata-rata mencapai sebesar 0,87% dan indikator Terdapat praktik menghina/menghasut diantara pemilih terkait isu agama, suku, ras dan golongan di sekitar TPS rata-rata mencapai 0,16%.
Sedangkan variabel ketiga Netralitas di DIY, dengan indikator Petugas KPPS berkampanye untuk peserta Pemilu mencapai rata-rata sebesar 0,03%. Terakhir, variabel keempat Pemungutan Suara di DIY, dengan indikator TPS berada di dekat posko/rumah tim kampanye peserta Pemilu mencapai rata-rata
sebesar 4,50%, dan indikator Terdapat Logistik/perlengkapan pemungutan suara mengalami kerusakan untuk di TPS mencapai rata-rata sebesar 0,04%.
Dari 4 variabel 10 indikator itu, Sebut Amir, diperoleh tingkat kerawanan TPS paling tinggi berada di Kabupaten Kulon Progo dengan angka 6,35% yang tersebar di 94 TPS. Selanjutnya Kabupaten Sleman, dengan angka mencapai 6,15% yang tersebar di 209 TPS, Kota Yogyakarta 5,32% yang tersebar di 73 TPS; Kabupaten Bantul 3,08% yang tersebar di 94 TPS; dan Kabupaten Gunungkidul 3,03% yang tersebar di 82 TPS.
Untuk itu pihaknya mengimbau agar para pengawas Pemilu Desa/Kelurahan dan Kecamatan memprioritaskan supervisi TPS yang masuk kategori rawan tersebut.
“Kepada KPU khususnya petugas KPPS termasuk petugas Perlindungan Masyarakat, kami juga mengimbau agar melakukan upaya – upaya tertentu agar KPPS bisa menjaga netralitas dan profesionaitas dalam melayani pemilih,” pintanya.
Tak hanya penyelenggara Pemilu, Bawaslu DIY juga meminta agar pemilih DPT/DPTb datang lebih awal ke TPS, serta berani melaporkan ke Pengawas Pemilu terdekat, jika ada politik uang, intimidasi atau dugaan pelanggaran Pemilu lainnya.
Selain itu, aparat keamanan diharapkan dapat lebih memprioritaskan pengamanan di TPS, utamanya dalam kategori rawan. Sementara pemerintah setempat semestinya dapat memberikan jaminan proses Pemilu dapat berlangsung secara lancar dan mudah, seperti menjamin agar listrik tidak padam selama pelaksanaan pungut hitung surat suara dilakukan.
“Kepada peserta pemilu agar tidak melakukan kampanye, politik uang dan dugaan pelanggaran pemilu lainya,” tegasnya (Ed-02)