Banner Jogja Apartemen di kawasan jalan Lowanu Yogyakarta (dol. forpi)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Maraknya pembangunan hotel dan apartemen di wilayah kota Yogyakarta menjadi perhatian tersendiri bagi Forum Pemantau Independen (Forpi) Pakta Integritas. Pasalnya, lembaga ini banyak menerima aduan dari masyarakat terdampak terkait proyek pembangunan tersebut.
Koordinator Forpi Pakta Integritas Kota Yogyakarta, Winarta menyebutkan, berdasarkan pantauannya pada Selasa (9/2/2016) atau hari ini, di wilayah RT 49 RW 05, Muja Muju, Umbulharjo, Yogyakartan pihaknya tak menemukan lagi banner Grand Majestic yang sebelumnya sempat terpasang dan mendapatkan penolakan dari warga dan penggiat lingkungan, sejak tahun 2015 lalu
Namun, di jalan Lowanu Yogyakarta, banner bertuliskan Jogja Apartment masih tetap terpasang, padahal Dinas Perizinan Kota Yogyakarta mengklaim belum menerima pengajuan pendirian apartemen tersebut.
“Forpi Kota Yogyakarta mempertanyakan mengapa pihak apartemen berani memasang banner, padahal, belum adanya kepastian izinnya,” kata Winarta melalui siaran pers yang diterima kabarkota.com, Selasa (9/2/2016).
Forpi juga meminta, agar Pemerintah Kota Yogyakarta aktif memastikan tidak adanya pengusaha property yang memasang banner sebelum mendapatkan izin, sekaligus memberikan edukasi kepada publik, agar lebih selektif dalam berinvestasi.
Menurut Winarta, pemantauan kali ini sebagai tindak lanjut atas pemantauan yang sama pada April 2015 lalu, pasca menerima aduan warga sekitar yang menolak rencana pendirian apartemen, dengan pertimbangan dampak negatif, seperti lingkungan serta tidak adanya Peraturan Daerah (Perda) Kota Yogyakarta tentang apartemen.
Dari hasil pantauan ketika itu, banner bertuliskan Majestic Grand Bale @ Timoho juga sudah sempat dipasang, meski pun belum mendapatkan izin sama sekali.
Sebelumnya, pada 5 Februari 2015 lalu, seorang warga Muja-muju yang juga anggota warga berdaya, Dodo Putra Bangsa melakukan aksi protes atas maraknya pembangunan hotel dan apartemen di wilayahnya, dalam bentuk “Ruwat Kota, Tanah Leluhur”. Aksi tunggal dengan mandi kembang tujuh rupa di sekitar halaman kompleks Balai Kota Yogyakarta itu diharapkan mampu menyentil para pemangku kebijakan agar bisa “bersih”, serta lingkungan di kota Yogyakarta tetap terjaga dari keserakahan. (Rep-03/Ed-03)