Ilustrasi (dok. kabarkota.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Tiga mahasiswa UGM, Abdul Afif Almuflih dan Khoir Eko Pamudi dari Departemen Kimia FMIPA serta Endri Geovani dari Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, baru-baru ini menyabet empat penghargaan bergengsi tingkat dunia berkat minyak jelantah. Bagaimana bisa?
Ya, tiga mahasiswa tersebut berhasil mengembangkan biogasoline yang berbahan dasar minyak habis pakai atau minyak jelantah. Bahkan, hal eksperimennya tersebut, terbukti bisa menghidupkan mesin kendaraan bermotor.
Abdul Afif mengatakan, pemilihan minyak jelantah dilakukan untuk memanfaatkan limbah minyak habis pakai karena selama ini belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Padahal, jumlah minyak jelantah ini cukup berlimpah.
“Minyak jelantah ini merupakan minyak goreng yang dipakai secara berulang, jika digunakan terus bisa menimbulkan efek buruk bagi kesehatan tubuh,” jelasnya, di Laboratorium Panas dan Massa PAU UGM, seperti dikutip laman UGM, baru-baru ini.
Penelitian Produksi Biogasolin dari bahan dasar minyak jelantah ini, lanjutnya, bertujuan untuk menghasilkan bahan bakar bensin yang ramah lingkungan. Dalam memproses biodiesel, ketiganya memanfaatkan rekasi hydrocracking untuk mengonversi minyak jelantah menjadi biogasolin.
“Kami menggunakan tanah liat atau clay yaitu bentonit terpilar alumina (AI) yang mudah didapat di alam. Lalu tanah liat diaktifkan dengan logam kadium (Cd) sebagai katalisatornya,” terangnya.
Produksi biogasolin dimulai dengan pembuatan katalis sebagai media konversi minyak jelantah. Selanjutnya, proses produksi dilakukan melalui proses hydrocracking. Minyak jelantah dipanaskan dalam tanur listrik kemudian akan menguap mengalir melewati katalis. Setelah itu, hasilnya akan menetes menjadi campuran biogasolin dan biodiesel yang selanjutnya dipisahkan menggunakan metode destilasi.
“ Hasilnya bisa memproduksi sekitar 42 persen biogasolin (bensin) dan 29 persen biodiesel (biosolar). Dengan begitu, dalam 1 liter minyak bisa memproduksi sekitar 420 ml yang terdiri dari 240 ml biogasolin dan 180 biodiesel,”paparnya.
Sementara, Endri Geovani menambahkan, katalis tersebut dapat digunakan secara berulangkali sehingga memungkinkan masyarakat untuk memproduksi sendiri biogasoline atau biodiesel dari minyak jelantah maupun minyak goreng fresh.
“Pembuatannya lebih sederhana dan proses produksi lebih cepat,,” imbuhnya.
Ke depan, mereka berharap, hasil penelitian ini bisa dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat diproduksi sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan.
Berkat karya tersebut, tiga mahasiswa ini meraih gold medal dari World Invetion Intellectual Property Association (WIIPA) , gold medal dari Indonesian Invention and Innovation Promotion Association (INNOPA), bronze medal dari Malaysian Technology Expo (MTE) 2016, dan special award dari Toronto International Society of Innovation & Advanced Skillis (TISIAS) Kanada.
Selain itu, mereka juga menyabet beberapa penghargaan lain dari sejumlah kompetisi di tingkat nasional. (Rep-03/Ed-03)