Bisnis Online, Peluang Raih Penghasilan di Tengah Minimnya Kesejahteraan Buruh

Workshop Strategi Meraih Penghasilan Organisasi/Pribadi Melalui Online dan Diskusi Menakar Kesejahteraan Pekerja di DIY, di Hotel Amaris Yogyakarta, Jumat (29/4/2016). (sutriyati/kabarkota.com)

YOGYAKARTA – Meski berkali-kali diperjuangkan, namun persoalan kesejahteraan buruh masih saja menjadi masalah yang seolah tak terselesaikan. Termasuk yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Bacaan Lainnya

Sekretaris Jenderal Aliansi Buruh Yogyakarta (Sekjen ABY), Kirnadi Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan yang ada selama ini, hanya mengatur secara minimal. Misalnya soal upah yang masih terhitung minimal sebagai jaring pengaman bagi buruh agar tidak jatuh pada kemiskinan.

Menurutnya, selama ini, DIY hanya mengenal Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Artinya, pekerja atau buruh yang bekerja di sektor apa pun dengan resiko apapun, itu standar upahnya sama. Padahal, resiko yang dihadapi oleh masing-masing pekerja atau buruh itu sangat berbeda.

“Inilah yang tidak adil,” kata Kirnadi dalam Workshop Strategi Meraih Penghasilan Organisasi/Pribadi Melalui Online dan Diskusi Menakar Kesejahteraan Pekerja di DIY, di Hotel Amaris Yogyakarta, Jumat (29/4/2016).

Workshop dan Diskus yanf berakhir pada Jumat petang ini digelar kabarkota.com dalam rangka memperingati Milad ke-3 yang jatuh pada 30 April besok, sekaligus menjelang peringatan Mayday 2016, pada 1 Mei mendatang.

Kepala Seksi Pengupahan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY, R. Darmawan berpendapat, masalah kesejahteraan buruh yang selalu berulang itu tidak lepas dari adanya perbedaaan persepsi antara buruh, pengusaha, dan pemerintah dalam menentukan tingkat pemenuhan kebutuhan ekonomi.

Upah buruh rendah yang tidak mencukupi untuk biaya hidup, kata Darmawan, menyebabkan buruh ingin memperbaiki tingkat kesejahteraan hidupnya. Namun di sisi lain, pengusaha masih menganggap buruh sebagai salah satu faktor produksi yang harus ditekan biayanya, untuk memaksimalkan keuntungan dan menghasilkan produk yang bersaing.

“Sekarang ini kita apa-apa pakai uang, kalau upah tinggi semua bisa terpenuhi,” ucapnya.

Berpijak dari persoalan itu, pakar marketing online, Suryadin Laoddang memiliki cara tersendiri untuk mensiasati situasi, terutama ketika dirinya masih berprofesi sebagai pekerja. “Dulu penghasilan saya 10 koma. Artinya setelah tanggal 10 terus koma,” candanya di hadapan peserta workshop.

Namun, setelah dirinya mantap menekuni bisnis online dengan berjualan mukena dengan omzet yang menjanjikan, ia pun memilih untuk resign dari pekerjaannya.

Namun begitu, Suryadin mengakui bahwa menjalankan bisnis online tak semudah yang dibayangkan orang, tinggal duduk dan iklan jalan sendiri. “Jualan online enak melihatnya, tapi tidak semudah dikerjakan karena harus merubah pola kerja dari 8 jam ke 24 jam,” ungkapnya.

Menurutnya, kunci kesuksesan berbisnis online itu salah satunya terletak pada ketepatan dalam menemukan segmen pasarnya, terutama melalui jejaring sosial. “Data itu penting karena jualan online basisnya data melalui mesin pelacakan di Google,” imbuhnya. (Rep-03/Ed-03)

Pos terkait