Ilustrasi (sutriyati/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabar kota.com)- Meski tidak terkena dampak atas Perpres No 19 tahun 2016 tentang kebaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, gerakan buruh tetap meminta hak minimal jaminan kesehatan dengan cara menggratiskan iuran BPJS kelas III. Saat ini, buruh yang tergolong tenaga kerja / karyawan non lembaga pemerintah, masih harus membayar satu persen dari jumlah gaji yang ia terima untuk jaminan kesehatan dan perusahaan harus membayar empat persennya.
Sekretaris Jenderal Aliansi Buruh Yogyakarta Kirnadi mengungkapkan, sejak awal tidak pernah terpikirkan oleh buruh untuk mengeluarkan iuran untuk jaminan kesehatan. Karena saat ini sudah banyak iuran yang dikeluarkan buruh dari gajinya, seperti jaminan hari tua, jaminan kematian, atau jaminan pensiun.
“Padahal kalau berbicara jaminan kesehatan, buruh adalah kelompok masyarakat yang paling kuat memperjuangkan BPJS. Tapi kami malah ditarik iuran,” kata Kirnadi kepada kabarkota.com, Selasa (15/3/2016).
Pihaknya mengatakan, iuran BPJS satu persen tersebut harusnya ditanggung oleh negara dari APBN, jika tidak mampu untuk mendesak pengusaha membayar lima persen. Menurutnya, negara harus menjamin layanan kesehatan warga negaranya sesuai dengan amanat Undang-Undang Ni 40 tahun 2004 tentang Jaminan Sosial Nasional.
“Yang bayar itu jelas II dan I karena itu kemudian untuk kepentingan bisnis. Kalau mau dapat fasilitas itu, harus bayar. Itu yang kemudian jadi pembeda. Tapi yang penting, kebutuhan pokok setiap warga negara itu harus dijamin,” ujar dia.
Selain itu, Kirnadi juga menyorot persoalan layanan BPJS yang tidak berbeda dengan layanan Jamsostek.
“Masih terjadi kasus pada penyakit-penyakit tertentu yang obatnya tidak temasuk formatorium BPJS. Sehingga mereka harus bayar sendiri obatnya,” katanya. (Ed-03)
Kontributor: Januardi