Busyro Belum Yakin ISIS Indonesia Ada

BANTUL (kabarkota.com) – Dewan Penasehat Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Islam Indonesia, Busyro Muqoddas mengatakan belum sepenuhnya mempercayai Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang beredar kabar ada di Indonesia sama dengan ISIS di Timur Tengah.
"Belum yakin ISIS di Indonesia ini sungguhan," kata Busyro dalam sebuah diskusi di Bantul, Sabtu (9/8) siang.
Berdasarkan riset gerakan radikal yang pernah dilakukannya, beberapa fenomena yang ditemukan bahwa gerakan radikal berkaitan erat dengan aktivitas intelijen. Pada tahun 1977, kata Busyro, di zaman pemerintahan Suharto, yang dikomandoi Ali Murtopo, mereka melakukan operasi intelijen untuk menangkap gerakan radikal.
Akan tetapi, lanjutnya, jika tak kunjung ditemukan apa yang dicari, intelijen akan mengambil tindakan dengan cara menyamar untuk memancing agar apa yang ia cari bisa ketemu. 
"Apakah (ISIS di Indonesia-red) merupakan operasi intelijen?" kata Busyro.
Ia menegaskan bahwa dirinya tidak anti intelijen. Namun, kata dia, pihaknya tidak suka apabila benar ada keterlibatan intelijen kemudian umat Islam di Indonesia menjadi diaduk-aduk. 
Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY, Ahmad Muhsin Kamaludiningrat menambahkan, sudah sejak tahun 2006, MUI bersama kyai di Indonesia melakukan ijtimak di Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur yang isinya, untuk menjaga kondisi bangsa saat ini mesti tetap berpedoman kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Bhinneka Tunggal Ika, dan Pancasila.
"ISIS mengaku Islam akan tetapi melakukan gerakal radikal, dan teror. Indonesia ndak bisa menjadi negara Islam. Dengan pancasila sudah aman dan nyaman," ungkap Ahmad.
Ketua PBNU, Malik Madani menganggap, ISIS menyimpan kontradiksi di dalam dirinya. Kontradiksi itu antara konsep Daulah Islamiyah yang lokal, yakni di Irak dan Suriah, dengan konsep Internasional, yaitu khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah.
"ISIS dengan ide khilafah tidak dapat diterima di Indonesia," tegas Malik. 
Ia juga berpendapat, pengaruh ISIS di Indonesia sangat kecil. Hanya saja, kelompok minoritas ini bersuara lantang, sehingga terkesan besar. Sementara kelompok mainstream Islam di Indonesia seperti NU dan Muhammadiyah merupakan kelompok mayoritas tetapi bersuara lembut.
Tantangannya sekarang, sambung dia, bagaimana NKRI diisi dengan nilai-nilai substantif ajaran Islam, yang salah satunya adalah keadilan. (kim/tri/jid)

Pos terkait