Ini Cara Mengatasi Kelompok Radikal Intoleran

Diskusi bulanan tentang Kampus, Kebebasan Akademik dan Intimidasi Gerakan Intoleran, di Pusham UII Yogyakarta, Rabu (10/2/2016). (Januardi/kabarkota.com)

BANTUL (kabarkota.com) Kehadiran kelompok radikal intoleran yang kerap menampakkan diri dengan aksi-aksi kekerasan telah meresahkan banyak kalangan. Terutama menyangkut aksi pemberangusan segala bentuk aktivitas yang bertentangan dengan ideologi mereka.

Bacaan Lainnya

Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Noorhaidi Hasan mengatakan, akhir-akhir ini, pemberangusan juga terjadi di dunia akademik yang berujung pada pembatalan kegiatan diskusi dan kajian akademik di sejumlah kampus.

Kampus sebagai lembaga independen juga dipandang tidak kuasa dalam menghadapi pemberangusan, karena begitu kerasnya kelompok tersebut menyuarakan keinginannya.

Namun sejatinya, menurut Noorhaidi, kelompok intoleran radikal itu merupakan aktor yang rasional sehingga bisa diatasi dengan cara-cara yang rasional juga.

“Kita selalu menganggap bahwa motif utama mereka adalah pertarungan ideologi, sehingga menandinginya dengan ideologi moderat. Padahal sebenarnya motif utama mereka adalah ekonomi politik,” kata Noorbaidi dalam diskusi bulanan tentang Kampus, Kebebasan Akademik dan Intimidasi Gerakan Intoleran, di Pusham UII Yogyakarta, Rabu (10/2/2016).

Guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah melakukan penelitian tentang kelompok tersebut menegaskan, persoalan sesungguhnya adalah arus wacana yang terlalu didominasi oleh kelompok-kelompok mapan seperti NU, Muhamadiyah, aktivis, atau akademisi. Akibatnya, muncul keinginan untuk masuk ke arus utama dan turut mengambil peran dalam menentukan arah kebijakan di Indonesia.

“Mereka itu minoritas. Musuh banyak orang yang saat ini berada di arus (pemahaman Islam) mainstream. Karenanya, kita harus membuka diri terhadap mereka. Ajak juga mereka ke arus utama,” pintanya.

Kendati demikian, ia membenarkan bahwa kelompok tersebut selalu menggunakan kekerasan dalam menyuarakan perbedaan pendapat. Menurutnya, sudah seharusnya institusi negara dan lembaga independen seperti kampus, bersikap tegas.

“Aparat keamanan selama ini terjebak dalam kepentingan stabilitas sosial, kepentingan bersama. Kampus juga tidak berani mengambil risiko untuk menampung semua golongan. Kenapa diskusi harus dibatalkan hanya karena ada tekanan?” Sesalnya.

Sementara itu, aktivis Kongres Politik Organisasi Perjuangan Rakyat Pekerja, Mahendra Kusumawardhana berpendapat, pemberangusan ruang demokrasi di kampus terjadi karena selalu dibiarkan dan tidak ditindak tegas oleh pihak berwajib.

Untuk itu, Mahendra menganggap perlunya solidaritas bersama guna menjamin kebebasan demokrasi, terutama di lingkungan kampus. (Ed-03)

Kontributor: Januardi

Pos terkait