Ilustrasi: aksi buruh di Yogyakarta (Sutriyati/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Penghujung tahun seyogyanya menjadi momentum bagi para buruh untuk mendapatkan peningkatan kesejahteraan seiring dengan adanya penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) maupun Upah Minimum Provinsi (UMP) baru oleh pemerintah.
Namun, di tahun 2015 ini, harapan tersebut tak sepenuhnya mulus pasca kebijakan baru berupa terbitnya Peraturan Pemerintah No 78/2015 yang intinya terkesan pemerintah memutuskan sepihak perhitungan penetapan UMK dan UMP bagi para buruh.
Akibatnya, ribuan buruh berdemonstrasi ke Ibu Kota dan mendesak agar pemerintah merevisi peraturan tersebut secepatnya agar tak merugikan para pekerja.
Namun, seiring kerasnya penolakan buruh, justru pemerintah melalui lembaga negara lainnya, dalam hal ini kepolisian tiba-tiba mengeluarkan aturan tentang hate speech, dan bahkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih akrab disapa Ahok juga menelurkan aturan yang ujungnya ingin melokalisasi area demonstrasi menjadi lebih sempit karena hanya diperbolehkan di beberapa titik saja.
Persoalan lainnya, rencana pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang seolah justru akan memposisikan Indonesia bukan sebagai tuan rumah di Negara sendiri, dengan lunaknya kebijakan pemerintah bagi Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia.
Dari sejumlah persoalan perburuhan sepanjang tahun 2015 tersebut, ketua Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT), Nova Sofyan Hakim menganggap, kebijakan pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla (Jokowi – JK) belum berpihak pada kepentingan buruh.
"Kami melihatnya dari kebijakan tenaga kerja, kurang pro terhadap kepentingan-kepentingan buruh sehingga kebijakan-kebijakan tersebut harus dievaluasi. Kalau ada paket ekonomi yang lain lagi, kami harap paketnya tidak hanya berpihak terhadap pemilik modal saja, tetapi juga bagi tenaga kerja," kata Nova kepada wartawan di UGM, Selasa (29/12).
Lebih lanjut, Nova juga mensinyalir, selama ini, ada upaya perpanjangan penguasaan aset-aset Negara oleh asing, seperti rencana perpanjangan kontrak JICT. Padahal menurutnya, aset negara yang strategis tersebut merupakan bagian dari kedaulatan ekonomi Indonesia yang semestinya dijaga.
"Di Paraguay, pemerintahnya mampu menasionalsasi aset-aset Negara mereka sehingga sekarang berhail membawa perekonomian di sana menjadi lebih baik. Nah, kami berharap, Jokowi bisa seperti Presiden Hugo Chavez," pintanya.
Ke depan, pihaknya mengaku akan terus melakukan kampanye-kampanye untuk mendesak pemerintah agar membuat kebijakan-kebijakan yang lebih pro bagi tenaga kerja. (Rep-03/Ed-03)