Ilustrasi: sebuah baliho roboh akibat ditempa angin kencang dan hujan lebat di wilayah Sleman, Jumat (17/3/2023). (dok. twitter @trcbpbddiy)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Hari Jumat (17/3/2023) petang, Dani Julius Zebua, salah seorang warga di Kapanewon Wates, Kabupaten Kulon Progo, DIY, sedang menikmati gerimis sembari ‘ngopi’ bersama keluarga, di teras rumahnya. Sekitar pukul 19.00 WIB, tiba-tiba ia merasakan guncangan yang cukup kencang hingga sempat menimbulkan kepanikan.
“Tiba-tiba kami goyang. Bahkan, saya yang berdiri kakinya juga jadi bergoyang,” ungkap Dani kepada kabarkota.com, Jumat (17/3/2023)
Sontak saja, orang-orang yang berada di dalam rumah berlarian keluar, meskipun dalam kondisi hujan.
Pada saat itu, Dani belum yakin bahwa yang dirasakan adalah gempa. Mengingat, info dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga belum merilis informasi resminya.
“Sekitar 2 – 3 menit kemudian baru keluar informasi dari BMKG bahwa itu gempa,” sambungnya.
Berdasarkan informasi BMKG, gempa bumi yang terjadi di wilayah Selatan Jawa sekitar pukul 19.05 WIB itu merupakan gempa tektonik, dengan Magnitude 5.2, dengan pusat gempa di 141 Km arah Barat Daya Bantul, DIY, pada kedalaman 43 km.
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Darsono menegaskan bahwa gempa tersebut tidak berpotensi tsunami.
“Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat adanya aktivitas subduksi,” jelas Darsono dalam siaran persnya.
Dampaknya, lanjut ia, getaran gempa dirasakan di daerah Kulon Progo, Sleman, Bantul, Kota Yogyakarta, dan Gunungkidul, serta beberapa daerah di sekitar DIY.
Menurutnya, gempa susulan (aftershock) juga terjadi sekitar pukul 19.30 WIB, dengan magnitude yang lebih kecil.
“Kami mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan tidak terpengaruh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” ucapnya lagi.
Warga Sleman Alami Gempa dan Angin Kencang
Di Sleman, selain mengalami getaran gempa, sebagian wilayah juga terjadi hujan deras disertai angin kencang yang terjadi sebelum gempa.
Musfina, seorang ibu rumah tangga di Kalurahan Margoluwih, Kapanewon Seyegan, Kabupaten Sleman, DIY, mengaku sedang memandikan dua anaknya ketika angin kencang terjadi. Ia pun merasa ngeri dan ketakutan.
“Ketika saya masih gemetar karena angin kencang, tiba-tiba merasakan gempa. Rasanya jantung mau copot, apalagi harus berlari keluar menyelamatkan dua anak saya,” kata Ina.
Di luar rumah, ia melihat ada beberapa genteng rumahnya yang jatuh, serta dua pohon roboh.
Ina mengaku masih trauma setelah kejadian gempa besar di DIY dan Jateng, pada tahun 2006 lalu.
“Sampai sekarang, kami masih duduk di luar rumah,” ujarnya.
Berdasarkan informasi dari Tim Reaksi Cepat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, dampak kejadian hidro meteorologis pada pukul 17.25 WIB dirasakan warga di sejumlah wilayah DIY, termasuk Sleman.
Personel TRC BPBD DIY, Endro Sambodo menyebutkan, selain menutupi akses jalan di sejumlah titik, pohon yang roboh juga mengakibatkan satu korban pengendara sepeda motor di Jalur lambat utara Ring Road Demakijo dilarikan ke rumah sakit.
Di flyover Jombor, sebut Endro, sebuah baliho juga roboh akibat diterpa angin kencang.
Sementara Kepala Stasiun Meteorologi (Stamet) BMKG Yogyakarta International Airport (YIA), Warjono mengumbau agar masyarakat tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem yang berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi berupa banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang dan puting beliung, terutama untuk masyarakat yang berada dan tinggal di wilayah rawan bencana hidro meteorologi.
Pihaknya memperkirakan, potensi curah hujan dengan intensitas sedang-lebat yang dapat disertai kilat atau petir dan angin kencang untuk masih akan terjadi hingga 20 Maret mendatang. (Rep-01)