YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Ketua CIQAL (Center for Improving Qualified Activity in Life People with Disabilities) DIY, Nuning Suryatiningsih menganggap, masih ada kendala bagi para penyandang disabilitas, khususnya tuna netra yang hendak menggunakan hak pilihnya dalam Pilpres 2014 ini. Meski pun Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah memfasilitasi template bagi mereka saat di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
"Petugas KPPS belum semua paham cara penggunaan alat bantu itu. Sebagian dari mereka juga tidak paham, apakah para penyandang tuna netra perlu pendampingan atau tidak saat di TPS," kata Nuning saat dihubungi kabarkota.com melalui sambungan telepon, Kamis (10/7).
Menurut Nuning, petugas KPPS berdalih, template yang dikirimkan dari pusat 'mepet' sengan waktu penyelenggaraan pemungutan suara, sehingga mereka tidak sempat melakukan sosialisasi kepada para petugas lainnya, terkait cara penggunaan alat bantuk khusus tersebut.
"Semestinya penyelenggara Pemilu di daerah berinisiatif mengadakan template sendiri untuk sarana sosialisasi tanpa harus menunggu kiriman dari pusat," ungkap mantan komisioner KPU Sleman tersebut.
Di sisi lain, Nuning juga menyatakan, masih ada sebagian penyandang disabilitas ini yang tidak mengerti tentang huruf braile sehingga itu juga menjadi permasalahan bagi mereka.
"Akibatnya, masih banyak di antara mereka yang tidak bisa menggunakan hak politiknya," sesal dia.
Menanggapi hal tersebut, Komisioner KPU Kota Yogyakarta, Sri Surani mengaku, khusus untuk wilayah kota Yogyakarta, pihaknya benar-benar menekankan kepada para petugas KPPS untuk memfasilitasi kebutuhan para penyandang disabilitas dalam Pemilu kali ini.
"Kami juga telah memberikan bimtek bagi mereka terkait hal itu. Buku panduan juga sudah kami bagikan," klaim Rani melalui sambungan telepon.
Meski demikian, ia juga menganggap masukan CIQAL tersebut sebagai bagian dari catatan untuk penyelenggaraan Pemilu selanjutnya.
"Kami menyadari masih ada yang luput, sehingga kedepannya akan kami perbaiki," tambah dia.
Terkait dengan penyandang tuna netra yang tidak bisa membaca braille, Rani berpendapat itu merupakan bagian dari tanggung jawab negara, untuk memberikan hak pendidikan yang layak bagi mereka.
"Dalam hal pemungutan suara, mereka berhak mendapatkan pendampingan," tegas Rani. (jid/tri)