Ilustrasi (dok. spn)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Virus Corona yang mewabah di mana-mana, termasuk Yogyakarta telah melumpuhkan hampir semua sendi perekonomian. Satu diantaranya, aktivitas perniagaan di pasar-pasar tradisional.
Akibat menurunnya aktivitas perniagaan di pasar tradisional, maka banyak para buruh gendong perempuan yang kehilangan mata pencaharian mereka.
Umi Asih dari Yayasan Annisa Swasti (Yasanti) Yogyakarta megungkapkan, buruh gendong dari luar kota yang sudah pulang ke kampung halaman, tak bisa lagi kembali ke Pasar Giwangan Yogyakarta karena wabah tersebut.
“Mereka yang biasanya bekerja di Pasar Beringharjo dan usianya sudah tua juga diminta untuk tidak ke pasar dulu, karena rentan tertular virus corona,” jelas Asih kepada kabarkota.com, Selasa (7/4/2020) malam.
Menurut Penanggung jawab dalam Pengorganisasian Kelompok Buruh Industri di DIY dan Buruh Gendong di Pasar Giwangan dan Pasar Kranggan ini, ada sebagian kecil dari mereka yang bisa memanfaatkan peluang usaha, dengan berjualan ‘wedang uwuh’.
“Tapi kecil sekali jumlahnya, hanya sekitar 10 orang dari total 418 buruh gendong yang ada,” paparnya.
Kondisi serupa juga dialami para perempuan pekerja rumahan di Yogyakarta. Asih menambahkan, beberapa dari mereka yang kehilangan mata pencaharian, kemudian ikut membuat masker dan Alat Pelindung Diri (APD) bagi para petugas medis.
Untuk itu, Asih mengaku, pihaknya berusaha sebisa mungkin mencarikan donatur, khususnya bagi para buruh gendong yang terdampak wabah virus corona, sehingga bisa meringankan beban hidup mereka saat kehilangan mata pencaharian.
“Ya semampu kami, karena jumlah yang lansia cukup banyak,” ucapnya.
Sementara Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY, Irsad Ade Irawan menyebutkan, ada 1.196 aduan buruh, baik sektor formal maupun informal yang dirumahkan ataupun terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Irsad menuturkan, pekerja paling dominan terimbas wabah corona adalah mereka yang bekerja di sektor pariwisata, transportasi, dan perniagaan. Utamanya dari wilayah Kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul.
Sedangkan pekerja di Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), lanjut Irsad, angkanya gak terlalu signifikan.
“Kalau pekerja rumahan UMKM sekitar 5%,” sebutnya.
Oleh karenanya, KSPSI mendesak agar Pemda, melalui Dinas Tenaga Kerja di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat menegakkan hukum secara tegas, agar perusahaan tetap memenuhi hak-hak para buruh. Misalnya, pekerja yang dirumahkan tetap digaji penuh. Selain itu, buruh yang terkena PHK, maka pesangonnya juga harus dibayarkan utuh.
Mengingat, lanjut Irsad, selama ini buruh telah banyak menyumbang keuntungan bagi perusahaan.
“Semestiny perusahaan menghindari untuk merumahkan buruh tanpa gaji utuh ataupun melakukan PHK. Apalagi Covid-19 ini mewabah baru sekitar satu bulan,” sesalnya.
Lebih lanjut pihaknya berharap agar data yang sudah terhimpun dari posko pengaduannya itu benar-benar dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah baik, dalam menentukan penerima manfaat dari program kartu pra kerja, BLT, dan lainnya, guna membantu masyarakat yang terdampak Covid-19 ini. (Rep-01)