Dampak kekeringan di area persawahan Dusun Tangkil RT 05, Desa Munthuk, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, DIY. (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Sudah sekitar seminggu, warga Dusun Tangkil RT 05, Desa Munthuk, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, DIY, Sakinem membabat tanaman padi yang mulai mengering untuk dijadikan pakan sapi.
Hampir setiap sore, perempuan 65 tahun ini bersama warga lainnya bejalan kaki naik turun bukit sejauh kurang lebih 3 km, dengen menenteng karung plastik besar untuk membawa pakan tersebut dari petak-petak sawah yang mulai mengering dan tandus.
Sakinem mengaku, terpaksa membabat tanaman padi yang belum siap panen itu karena mengalami puso (gagal panen), akibat kekeringan sejak dua bulan terakhir.
Wilayah yang berada di dataran tinggi Bantul bagian selatan ini hampir setiap tahun memang mengalami kekeringan setiap musim kemarau tiba. Namun, menurutnya, dalam dua tahun terakhir, kekeringan yang terjadi cukup parah.
“Biasanya bisa panen dua kali, sekarang cuma sekali sudah kering. (Jadi) ini lebih parah dampaknya,” kata Sakiyem, di sela-sela mencari pakan di sawahnya, baru-baru ini.
Warga Tangkil lainnya, Tarmidi juga mengungkapkan, lahan persawahan seluas 850 meter persegi yang sebelumnya ia garap, kini juga sudah mengering.
“Keadaan tanahnya sekarang berlubang-lubang dan pecah-pecah,” ucap pria 66 tahun ini. Padahal, dalam kondisi normal, tanaman padi di lahan tersebut bisa menghasilkan 30 sak padi.
BPBD DIY: 1.992 Hektar Tanaman Padi Tadah Hujan, Puso
Kondisi pertanian di Dusun Tangkil tersebut hanya “potret kecil” dari petani padi tadah hujan yang juga mengalami gagal panen, karena dampak kemarau panjang yang melanda wilayah DIY.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, Biwara Yuswantana menyebut, sedikitnya ada 1.992 Hektar tanaman padi tadah hujan di DIY mengalami puso.
“Paling luas 1.918 hektar ada di Gunung Kidul,” kata Biwara, saat ditemui di kantornya, Jumat (5/7/2019). Sementara sisanya tersebar di Bantul, Kulon Progo, dan Sleman.
Biwara menambahkan, dampak kekeringan kali ini juga menyebabkan 9 kecamatan di Gunung Kidul dan Bantul mengalami kekurangan pasokan air bersih. Khusus di Gunung Kidul, ada sekitar 69.8 ribu jiwa dari 206 dusun di lima kecamatan yang terdampak kekeringan, dan mendapatkan dropping air bersih.
“Kapasitasnya di Gunung Kidul itu ada yang ditangani BPBD, dan kecamatan,” tegasnya.
Namun demikian, pihaknya menyatakan bahwa pemerintah Daerah (Pemda) DIY, melalui Dinas Sosial juga menyiapkan 750 air tangki, dan 3 unit armada tangki milik BPBD DIY, untuk memback-up jika ada kekurangan pasokan air bersih di Kabupaten/Kota.
Anggota DPRD DIY Harapkan Peta Lokasi Kekeringan Diperjelas
Sementara itu, ditemui di kantor dewan, Anggota Komisi C DPRD DIY, Huda Tri Yudiana meminta agar ada pemetaan yang jelas terkait lokasi-lokasi kekeringan di DIY, sehingga ketika ada partisipasi dari masyarakat yang akan memberikan bantuan dropping air juga bisa tepat sasaran.
“Jangan sampai kekeringan itu membuat penderitaan masyarakat makin tinggi,” pintanya.
Dalam jangka panjang, lanjut Huda, pemerintah juga mengupayakan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), selain dropping air sebagai solusi jangka pendeknya.
BMKG DIY: Agustus, Puncak Musim Kemarau
Kepala Kelompok Data dan Informasi Stasiun Klimatologi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) DIY, Etik Setyaningrum memperkirakan, puncak musim kemarau di DIY akan terjadi di bulan Agustus mendatang.
Berdasarkan monitoring data Hari Tanpa Hujan (HTH), sejak awal Juli, umumnya wilayah DIY sudah mengalami HTH 60 hari. Ini disebut dalam status Awas, karena sudah termasuk kekeringan ekstrim meteorologis.
“Persentasenya sekitar 70% – 80% wilayah dalam status Awas,” ucap Etik. (Rep-02)