kunjungan warga Batang ke sekretariat Taring Tani Yogyakarta, Kamis (4/2/2016). (sutriyati/kabarkota.com)
BANTUL (kabarkota.com) – Rencana Mega Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan bahan bakar batu bara di wilayah Batang, Jawa Tengah masih menyisakan persoalan bagi sebagian masyarakat yang akan terdampak langsung atas pembangunan tersebut.
PLTU yang telah direstui Pemerintah, dengan ditandai ‘peresmian’ oleh Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) pada bulan Agustus 2015 lalu, pada kenyataannya hingga kini masih mendapatkan penolakan warga, salah satunya karena terkait pembebasan lahan yang belum tuntas.
Karomat, Petani asal Batang, Jawa Tengah mengaku telah terampas hak-haknya untuk mengelola lahan pertaniannya, terutama sejak pihak pemrakarsa membangun tanggul di sekitar lahannya, hingga mengakibatkan tanah pertaniannya menjadi sulit digarap karena sering tergenang air.
Selain itu, pembangunan PLTU itu diprediksi akan mengakibatkan warga di lima desa dari dua kecamatan akan terdampak langsung.
“Kebanyakan warga kini kehilangan mata pencahariannya, sebagai petani dan buruh tani,” kata Karomat kepada wartawan, saat mengunjungi sekretariat Taring Padi di Sembungan, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, DIY, Kamis (4/2/2016).
Sebenarnya, ungkap Karomat, warga melakukan penolakan sejak tahun 2011 lalu, namun pemerintah seolah tak menggubris keberatan mereka hingga proses pembangunan mega proyek tersebut tetap berlangsung hingga kini.
“Mereka masih menggali tanah yang sudah dibeli dengan bolduser,” sesalnya. Padahal menurutnya, masih ada sekitar 12 hektar lahan warga, dari total 226 Hektar luasan yang akan dibangun PLTU, hingga kini masih menjadi milik warga.
Sementara Ucup selaku perwakilan dari Taring Tani Yogyakarta menyatakan, pihaknya siap memberikan dukungan untuk warga Batang tersebut, melalui kesenian sebagaimana yang telah mereka lakukan dalam dua tahun terakhir.
“Kami masih memamerkan beberapa karya kami terkait penolakan warga Batang itu,” ucapnya. Termasuk, memprouksi poster-poster untuk mengkampanyekan penolakan atas rencana pembangunan PLTU.
Gerakan masyarakat batang yang terus menolak, menurutnya, harus mampu menekan pemerintah agar jangan sampai mengorbankan rakyatnya.
Selain bertandang ke sekretariat Taring Tani, kedatangan tujuh warga Batang yang tergabung dalam Paguyuban UKPWR di Yogyakarta ini juga untuk menemui Buya Syafeii Maarif untuk mengadukan, sekaligus meminta dukungan atas perjuangan mereka. (Rep-03/Ed-03)