Ilustrasi (dok. kabarkota.com)
JAKARTA (kabarkota.com) – Kematian warga Klaten, Jawa Tengah, Siyono ditangan personel Densus 88 Antiteror mendapatkan sorotan tajam dari banyak pihak, termasuk Komnas HAM dan PP Muhammadiyah yang terkesan memojokkan institusi penegakan hukum tersebut.
Namun, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Tito Karnavian mempunyai pembelaan tersendiri terhadap persoalan tersebut. “Mereka berjuang demi NKRI, tolong mereka jangan terlalu dipojokkan. Lihat permasalahan dengan objektif. Terorisme ancaman bagi kita semua,” kata Tito seperti dilansir akun facebook Divisi Humas Polri, Rabu (13/4/2016).
Karenanya Tito meminta agar semua pihak tidak menyalahkan Densus 88 Antiteror Polri atas kematian Siyono yang diduga terlibat dalam kasus terorisme.
Tugas anggota Densus 88, lanjut Tito terhitung sangat berat. “Kami buat DPO (Daftar Pencarian Orang), mereka (kelompok teroris) juga buat DPO. Kami DPO mereka. Jadi bertarung nyawa lagi, ditarget lagi. Kami jadi TO (target operasi) mereka,” ujar Tito yang juga mantan Kepala Densus 88 itu.
Jenderal bintang tiga itu menambahkan risiko besar anggota Densus 88 tidak sebanding dengan remunurasi yang mereka terima setiap bulannya, yang masih sekitar Rp 2 juta per bulan.
Tugas berat dan kecilnya remunerasi anggota Densus 88 menjadi masalah di internal dan pribadi anggota.
“Berapa banyak juga anggota Densus yang cerai, karena keluarga mereka ditinggal berbulan-bulan, sementara uang diberikan sekadarnya,” kisahnya.
Sementara, dalam jumpa pers di Pusham UII Yogyakarta, Rabu (13/4/2016), Direktur Pusham UII, Eko Riyadi berpendapat bahwa dugaan publik terhadap kasus-kasus penangkapan oleh Densus 88 dengan cara yang cenderung tidak humanis telah banyak dirilis media.
Untuk itu Eko meminta, agar kasus kematian Siyono itu menjadi momentum bagi polri untuk melakukan evaluasi menyeluruh terkait kinerja Densus 88, utamanya dalam hal SOP.
“Polisi semestinya didorong berprestasi baik dan tidak menyimpang,” ucapnya. (Rep-03/Ed-03)