DPR Didesak Batalkan Penggantian Hakim MK

Pernyataan sikap terkait desakan pembatalan penggantian hakim MK, di FH UII, Kamis (6/10/2022). (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Kalangan akademisi mendesak agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menbatalkan penggantian hakim konstitusi karena cacat hukum.

Bacaan Lainnya

Desakan tersebut sebagaimana disampaikan Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Islam Indonesia (UII), Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum (FH) UII, Departemen Hukum Tata Negara (HTN) FH UII, Pusat Kajian Konstitusi dan Pemerintahan (PK2P) FH UMY, dan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) DIY, dalam pernyataan sikap mereka, di Kampus FH UII, pada Kamis (6/10/2022).

Ketua APHTN-HAN DIY, Ni’matul Huda mengaku prihatin dengan pencopotan Aswanto sebagai Hakim Konstitusi yang tidak dilakukan secara transparan, partisipatif, objektif, dan akuntabel.

Menurutnya, proses pemberhentian Aswanto dan pengangkatan Guntur Hamzah telah menciderai prinsip dan mekanisme pemilihan hakim MK.

“Proses yang terjadi di MK tersebut menurut kami menciderai konstitusi itu sendiri,” anggap Ni’ma.

Proses penggantian, lanjut Ni’ma semestinya didasarkan pada alasan yang jelas, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Diantaranya karena terjerat kasus hukum atau yang bersangkutan mengundurkan diri dari jabatannya. Sementara, proses yang dilakukan oleh DPR ini tidak melanggar konstitusi, juga berpotensi menimbulkan image negatif terhadap Aswanto, sebab tidak ada alasan jelas yang disampaikan ke publik terkait pencopotan tersebut.

Direktur PSHK FH UII, Allan Fatchan Gani Wardhana menambahkan, sesuai dengan pasal 9 UU No. 30 Tahun 2014, setiap keputusan atau pun tindakan pejabat pemerintahan termasuk DPR dan Presiden wajib berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan asas umum pemerintahan yang baik.

“Keputusan dan tindakan DPR mencopot Prof. Aswanto merupakan bentuk dan tindakan yang melampaui kewenangan karena bertentangan dengan UU MK,” sesal Allan.

Sementara Eko Riyadi dari Pusham FH UII berpendapat bahwa MK merupakan lembaga negara yang eksistensinya diatur oleh UUD 45, dan bersifat independen, tidak ada hubungan, dan bukan bagian dari DPR.

“Argumentasi bahwa hakim MK harus mewakili kepentingan lembaga pengusul (DPR) adalah keliru dan menyesatkan,” katanya.

Untuk itu pihaknya mendesak agar DPR membatalkan pencopotan Aswanto. Sekaligus menganulir pengangkatan Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi.

Selain itu, dalam jangka panjang, mereka juga meminta agar DPR, pemerintah, dan MA dapat merumuskan model serta format seleksi hakim konstitusi secara transparan, partisipatif, objektif, dan akuntabel sebagaimana diatur dalam pasal 20 ayat (2) UU MK. (Rep-01)

Pos terkait