DPR: TNI ingin dilibatkan dalam pemberantasan terorisme

Seminar Nasional tentang Kajian Hukum terhadap UU No. 5 Tahun 2003, di AMC Yogyakarta, Sabtu (6/8/2016).(sutriyati/kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Pembahasan revisi Undang-undang (UU) No. 5 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tengah berlangsung di DPR RI.

Bacaan Lainnya

Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Terorisme, Asrul Sani mengatakan, dalam pembahasan tersebut, TNI secara inklusif ingin dilibatkan langsung dalam tindakan-tindakan memberantas terorisme. Terutama yang mencakup 6 hal. Yakni, aksi terorisme terhadap Presiden, Wakil Presiden beserta keluarganya, WNI di Luar Negeri, KBRI, kapal dan pesawat RI, kapal dan pesawat terbang Negara sahabat di wilayah RI, dan aksi terorisme yang menimbulkan eskalasi meluas di wilayah yuridiksi nasional, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif yang bersampak membahayakan wilayah dan keselamatan bangsa.

“Atas dasar enam hal itu, TNI mengatakan konsepnya bukan lagi pembantuan,” kata Asrul dalam Seminar Nasional tentang Kajian Hukum terhadap UU No. 5 Tahun 2003, di AMC Yogyakarta, Sabtu (6/8/2016).

Sementara Kapolri, Tito Karnavian, pada kesempatan tersebut juga merekomendasikan sejumlah hal. Diantaranya, perlunya perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi para pelaku terorisme, serta mengundang para mantan pelakunya untuk turut terlibat dalam pembahasan tersebut.

“Tolong diundang pelaku-pelaku yang sudah dipenjara atau mantan-mantan pelaku yang mau berbicara,” pinta Tito saat menjadi keynote speech dalam seminar tersebut.

Menanggapi permintaan pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme, Poengky Indarti selaku komisioner Kompolnas berpendapat bahwa keterlibatan itu justru inkonstitusional, jika merujuk pada UU tentang TNI dan Polri.

“Dalam pelanggaran HAM, ada banyak kasus yang diduga melibatkan aparat militer,” sebutnya.

Direktur Imparsial, Al Araf menambahkan, salama ini, model penanganan terorisme menggunakan tiga pendekatan, yakni war model, common justice system, dan internal security system. Dari ketiga model itu, menurutnya, yang paling tepat diterapkan tetaplah common justice system atau menggunakan pendekatan hukum.

“Seberapa jauh militer bisa terlibat? Jika ancaman itu sudah benar-benar mengancam kedaularan atau keutuhan teritorial Negara,” anggapnya.

Karjono, perwakilan dari Kemenkumham menyebutkan bahwa dal usulan pemerintah, ada 10 pasal baru, sembilan pasal perubahan, dan satu pasal dihapus. (Rep-03/Ed-03)

Pos terkait