Ediati, “Mewarnai” Keterwakilan Perempuan di Ranah Politik

Ediati Kusuma Utami (dok. istimewa)

BANTUL (kabarkota.com) – Perempuan dan politik oleh sebagian besar masyarakat hingga kini masih dipandang sebelah mata. Salah satunya, karena dalam persepsi mereka bahwa politik itu identik dengan sesuatu yang “keras” sehingga seolah identik dengan dunia laki-laki.

Bacaan Lainnya

Hal itu pula yang juga dirasakan oleh Ediati Kusuma Utami, perempuan asal Sleman, DIY, yang sudah berkiprah di ranah politik sejak sembilan tahun terakhir.

“Jadi kami (perempuan) harus meyakinkan ke masyarakat. Kalau laki-laki ketika dia melakukan sosialisasi ke masyarakat, orang cenderung langsung menganggap dia bisa.Tapi begitu kami yang datang ke rumah-rumah, mereka lantas cenderung meremehkan. Jadi mereka masih memandang, laki-laki dan perempuan itu beda,” kata Ediati kepada kabarkota.com .

Maka, tak heran jika keterwakilan perempuan di ranah politik masih jauh dari 30%, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang (UU). Diantaranya, UU No 31/Th 2002 tentang Partai Politik, UU No 12/Th 2003 tentang Pemilihan Umum, UU No 2/Th 2008 tentang Parpol, dan UU No 10/2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Padahal, kehadiran perempuan di kancah politik, khususnya saat ini menjadi sangat penting. Mengapa Berdasarkan hasil Studi Komparatif Pilkada Serentak 2015, 2017, dan 2018 yang dirilis Yayasan Satunama Yogyakarta (2018), keterwakilan perempuan dalam politik perlu didorong, setidaknya karena beberapa hal.

Pertama, jumlah perempuan di Indonesia saat ini hampir mencapai separuh dari total penduduk. Berdasarkan data proyeksi penduduk Indonesia 2010-2035, dari total 263.9 juta penduduk Indonesia tahun 2017, penduduk perempuan 130.3 juta jiwa (49.75%).

Kedua, kehadiran perempuan di kancah politik diharapkan dapat membawa dan memperjuangkan hak-hak perempuan, seperti hak kesehatan termasuk kesehatan reproduksi, perlindungan dari kekerasan, hak pekerja perempuan, serta jaminan untuk ibu dan anak.

Selain itu, keterwakilan mereka juga bisa membawa perubahan, dengan mempromosikan perspektif dan prioritas yang baru terhadap proses politik dan organisasi masyarakat.

Terjun ke Dunia Politik sebagai Pembuktian

Bagi ibu tiga anak ini, berbagai persoalan tersebut justru menjadi tantangan yang harus ia “taklukkan”. Di tahun 2009, ia memutuskan untuk bergabung sebagai kader di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tingkat DIY.

Karakternya yang lembut dan penuh keibuan, ternyata mampu “mendobrak” belenggu patriarki. Ia bahkan dipercaya memimpin Departemen Perempuan dan Anak, selama 5 tahun.

“Saya senang sekali waktu itu bisa bergabung di Departemen Perempuan dan Anak, karena itu dunia yang dekat sekali dengan keseharian saya,” ungkap perempuan kelahiran Yogyakarta, 11 November 1976 ini.

Di situ, selain memberikan pendidikan politik, banyak kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan bersama kader-kader lainnya. Salah satunya, pemeriksaan deteksi dini kanker serviks pada perempuan di empat kabupaten dan satu kota.

Tak berhenti sampai di situ, Lulusan S-2 Magister Manajemen di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM ini, selain berkiprah di dunia politik, Ediati ikut aktif mengurusi Yayasan Bhakti Yogyakarta (YBY) yang juga bergerak di bidang sosial, misalnya pemeriksaan kanker serviks, operasi katarak, serta peningkatan ekonomi masyarakat.

Di bidang pertanian organik, kini ia juga dipercaya sebagai aekretaris Masyarakat Pertanian organik Indonesia (Maporina) DIY.

“Kegiatan kami melakukan pengenalan dan sosialisasi pertanian organik kepada masyarakat,” ucapnya.

Dari berbagai kegiatan kepartaian dan organisasi kemasyarakatan tersebut, pada akhirnya ediati bisa membuktikan bahwa dirinya sebagai perempuan juga mampu mengambil peran di ranah publik, termasuk dalam hal perpolitikan.

Ia menganggap, keterwakilan perempuan politik sangat diperlukan, untuk turut membuat kebijakan-kebijakan yang pro terhadap hak-hak kaumnya. (Adv)

Pos terkait