Screening film dan diskusi tentang kasus Munir di Universitas Gadjah Mada (UGM) (28/10/2016) (Anisatul Umah/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Para penggiat Hak Asasi Manusia (HAM) mendesak pemerintah untuk segera membuka dokumen dari Tim Pencari Fakta (TPF) perihal kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib. Munir meninggal di Jakarta di dalam pesawat Garuda jurusan Amsterdam, 7 September 2004 silam.
Film His Story karya Steve Pillar Setiabudi menceritakan perjalanan dari proses persidangan terdakwa pembunuhan Munir, Pollycarpus. Dari upaya pencarian fakta pembunuhan Munir, baru Pollycarpus yang diadili. Jumat, 28 Oktober 2016 Social Movement Institute (SMI), mengadakan screening film dan diskusi tentang kasus Munir di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga.
Ketua Badan Pekerja SMI, Eko Prasetyo mengatakan akan terus mendesak agar dokumen TPF pembunuhan Munir segera dibuka. Kasus ini, lanjut Eko, menggambarkan di mana ada orang yang menyampaikan kebenaran, namun berujung dengan kematian.
“Tanpa menyelesaikan kasus Munir, akan banyak yang terbunuh lagi karena menyuarakan kebenaran,” ungkap Eko saat screening film dan diskusi kasus Munir di UGM (28/10/2016).
Eko menyampaikan peran dari kalangan pelajar sangat penting dalam upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM, dengan melakukan tekanan-tekanan ke pemerintah. Martabat sebuah bangsa, lanjut Eko, adalah dengan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.
“Dengan membuka dokumen TPF kita akan jauh lebih bermartabat dihadapan bangsa lain. Kita butuh negeri yang bersih, dan itu tidak akan terjadi kalau tidak ada orang-orang yang berani mendobrak,” cetus Eko.
Mahasiswa Hubungan Internasional UGM, Hasnan Naila dalam forum menyampaikan bahwa dengan banyaknya pihak yang menuntut dan memperjuangkan Munir, ini menjadi kabar baik bahwa masih banyak pihak yang peduli. Lebih lanjut Naila mengatakan data-data tentang kasus pelanggaran HAM harus dibuka ke publik secara keseluruhan.
“Ini menjadi suatu progres, di mana kasus pelanggaran HAM masih dikawal sampai sekarang dan kita harus mempertahankan. Kita harus mau membuka mata untuk melihat kasus-kasus pelanggaran HAM semacam ini,” tutur Naila. (Rep-04/Ed-01)