Pembentukan FSPPR Kota Yogyakarta, Selasa (23/10/2018). (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Puluhan perempuan pekerja rumahan dari lima kelurahan di Kota Yogyakarta, Selasa (23/10/2018), berkumpul di kantor Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta. Sebagian dari mereka bahkan mengajak serta putra-putrinya yang masih kecil. Rupanya puluhan ibu-ibu tersebut tengah mengikuti pembentukan Federasi Serikat Perempuan Pekerja Rumahan (SRPPR) Kota Yogyakarta.
Koordinator Kajian Pendidikan, Pelatihan, dan Advokasi dari Yayasan Annisa Swasti (Yasanti), Hikmah Diniah yang juga pendamping SPPR mengatakan, pembentukan federasi ini untuk menyatukan lima serikat perempuan pekerja rumahan yang telah terbentuk di tingkat kelurahan.
“Kenapa federasi ini penting? supaya pemerintah semakin melihat perempuan pekerja rumahan itu ada di banyak tempat,” kata Ima kepada kabarkota.com, di sela-sela sidang pembentukan FSPPR Kota Yogyakarta.
Selain itu, dengan terbentuknya organisasi pekerja rumahan di level kota madya ini, Pemerintah Kota (Pemkot) memberikan support-support kerjasama dengan federasi.
“Setelah tergabung tak terpecah-pecah, mereka bisa memperjuangkan hak-haknya secara bersama-sama,” imbuh Ima. Nantinya, organisasi ini juga akan mendapatkan SK dari Pemkot.
Pertemuan kali ini, dihadiri sebanyak 71 anggota serikat dari total 99 orang di Kelurahan Prenggan, Kotagede, Kelurahan Tahunan, Umbulharjo, Kelurahan Cokrodiningratan Jetis, Kelurahan Tegal Panggung Danurejan, dan Kelurahan Notoprajan Ngampilan. Sebanyak, delapan orang ijin tertulis, 18 anggota ijin tidak hadir secara lisan maupun melalui pesan singkat, dan dua orang tak hadir tanpa keterangan.
Dengan terbentuknya FSPPR ini, sejumlah program mulai direncanakan. Diantaranya, program untuk meminta perlindungan ke Pemkot melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), agar memberikan payung hukum sebagai organisasi pekerja yang diakui, dengan terbitnya SK.
Selanjutnya, program penguatan ekonomi, melalui pelatihan-pelatihan, serta menyadarkan para perempuan pekerja rumahan di wilayahnya masing-masing supaya ikut bergabung dalam organisasi tersebut, dan program untuk membangun jejaring dengan organisasi-organisasi lain, ataupun serikat-serikat pekerja lainnya.
Namun, untuk mewujudkan itu semua, Ima mengakui memang bukan hal yang mudah. Sebab masih ada tantangan besar yang dihadapi, seperti minimnya kesadaran dari para pemberi kerja untuk memberikan kebebasan tenaga kerjanya berserikat. (Rep-01)