YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Front Perjuangan Rakyat (FPR) Yogyakarta menuntut Polresta Yogyakarta meminta maaf atas insiden kericuhan dalam aksi peringatan Hari Perempuan Internasional 2021, di depan kantor Gubernur DIY, pada 8 Maret kemarin.
Tuntutan tersebut sebagaimana diserukan Koordinator Lapangan (Korlap) FPR, Ana Mariana Ulfa dalam aksinya di depan pintu gerbang utama Markas Poltabes Yogyakarta, Selasa (9/3/2021).
Sebagaimana diketahui, sebelumnya terjadi aksi pemukulan terhadap massa aksi FPR oleh sekelompok orang yang diduga warga penolak unjuk rasa tersebut.
“Kami menyerukan kepada Polresta Yogyakarta untuk bertanggung jawab atas kerusuhan yang timbul pada aksi Hari Perempuan Internasional,” tegasnya.
Ana berpendapat Polresta Yogyakarta sebagai aparat keamanan semestinya bisa mengamankan jalannya aksi dari tindakan-tindakan yang tak diinginkan,” tegas Ketua Serikat Perempuan Indonesia (Seruni) Wilayah DIY tersebut.
Divisi advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Julian Dwi Prasetya juga yang turut memantau jalannya aksi unjuk rasa tersebut juga menyesalkan adanya insiden kericuhan yang terjadi ketika FPR akan menggelar aksi peringatan Hari Perempuan Internasional di depan Kompleks Kepatihan Yogyakarta.
“Kemarin itu sebenarnya terlihat banget posisi polisi, dengan diamnya dia seolah menyatakan sikap bahwa mereka tidak memihak pada hak-hak masyarakat sipil untuk menyampaikan aspirasi,” anggap Julian.
Pihaknya menilai, terjadinya insiden kemarin juga merupakanbentuk kelalaian polisi karena tidak melaksanakan tanggung-jawab untuk mengamankan dan mengayomi hak-hak masyarakat sipil untuk menyuarakan pendapat di muka umum.
Sementara Kabag Ops Polresta Yogyakarta, Bayu Dewasto menampik adanya anggapan pembiaran oleh pihak aparat kemanan saat kericuhan terjadi.
“”Kalau kami membiarkan itu tidak mungkin, karena polisi di sana kemarin, kami tindakannya memisah. Jadi kemarin kami bertindak mengamankan, ada videonya. Bahkan ada anggota kami yang juga kena pukul,” ungkapnya.
Bayu mengakui, kurangnya koordinasi antara massa aksi dengan kepolisian, sehingga kericuhan antara massa aksi dengan warga tak terhindarkan.
Pihaknya juga menyarankan agar tempat-tempat yang tidak diperbolehkan untuk berdemo. Termasuk penerapan protokol kesehatan dalam aksi unjuk rasa di tengah pandemi Covid-19 bisa ditaati.
Selain menuntut permintaan maaf dari kepolisian, FPR juga mendesak agar polisi memberikan jaminan hak berpendapat tanpa intimidasi dan diskriminasi, dan tindak kekerasan terhadap gerakan rakyat yang berjuang.
Dalam aksi kali ini, para demonstran yang berjumlah 20 orang membubarkan diri, setelah sebelumnya kepolisian membatasi waktu berorasi hingga pukul 12.00 WIB dengan dalih aksi tersebut menutupi akses jalan kendaraan yang akan keluar masuk Mapolresta Yogyakarta. (Rep-01)