Aksi #GejayanMemanggil (dok. Kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Komite Bersama Reformasi (KBR) mendukung Gerakan #GejayanMemanggil” yang telah digelar dua kali dan berlangsung secara damai.
Kordinator Umum KBR, Ahmad Hedar berpendapat bahwa gerakan yang diinisiasi oleh Aliansi Rakyat Bergerak tersebut murni memperjuangkan aspirasi rakyat sehingga banyak mendapatkan simpati. Beberapa aspirasi yang disampaikan, antara lain penolakan Rancangan Undang Undang (RUU) yang sarat masalah, RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Revisi UU KPK, RUU Pertanahan, Revisi UU Minerba, serta RUU Keamanan dan Ketanahanan Siber (KKS). Gerakan ini juga dorongan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Selain itu menurutnya, #GejayanMemanggil menjadi salah satu aksi terbesar pasca gerakan reformasi 1998 di Indonesia.
“Gerakan ini merupakan arus baru yang mewarnai dinamika aksi massa di Indonesia pasca kontestasi elektoral 2019, dengan friksi Cebong-Kampret,” kata Ahmad melalui siaran persnya, Selasa (1/10/2019).
Namun, pihaknya juga menyayangkan, karena di tengah masifnya gerakan tersebut, ada sejumlah pihak justru berupaya melemahkannya. Salah satunya dari Koordinator Jaringan Aktivis ‘98 Jogja, Beny Susanto yang pada intinya menuduh bahwa aksi tersebut ditunggangi kepentingan politik elektoral.
Ahmad menegaskan, tuduhan tersebut sangat mencederai prinsip-prinsip gerakan reformasi ‘98, sekaligus sebagai upaya pelemahan terhadap Gerakan Rakyat.
“Sikap Beny malah menyalahkan rakyat dan terkesan melindungi elit-elit yang sejatinya telah mengkhianati janjinya pada Rakyat,” sesal Ahmad.
Oleh karena itu, KBR menyatakan kecaman terhadap upaya pelemahan aksi #GejayanMemanggil. Pihaknya juga mengajak segenap elemen gerakan rakyat, baik mahasiswa, pelajar, organisasi Perempuan dan masyarakat sipil turut mewaspadai upaya penggembosan gerakan, dan tetap terlibat aktif dalam Aksi-aksi lanjutan #GejayanMemanggil.
Sebelumnya, di sejumlah media, Beny menolak aksi #GejayanMemanggil Jilid 2, karena sejumlah alasan. Pertama, Beny menganggap, aspirasi Aliansi Rakyat Bergerak dalam aksi tersebut sudah tidak relevan lagi.
Kedua, aksi massa sudah menjadi hal yang monoton untuk dilakukan. Ketiga, Beny menyebut, model alternatif gerakan seperti langkah legal gugatan judicial review terhadap UU KPK yang baru disahkan tampak lebih update, dan tidak memancing kegaduhan. Keempat, Beni juga sama sekali tidak menyinggung upaya pengingkaran Presiden RI, Joko Widodo terhadap Nawa Cita yang isinya akan memperkuat KPK ternyata dalam prakteknya malah pro revisi UU KPK yang malah melemahkan bahkan membunuh independensi KPK.
Kelima, Aksi penggalangan dana untuk korban bencana sosial di Papua, bagi Beny tampak lebih menarik dan simpati ketimbang aksi demonstrasi. Keenam, dalam kasus tertembaknya mahasiswa Halu Oleu Kendari Sulawesi Tenggara, Beny menilai, model pengawalan proses hukum bisa jadi model gerakan yang tepat”. Ketujuh, Beny Susanto menganggap, aksi #GejayanMemanggil Jilid II tidaklah perlu melibatkan ribuan orang. (Ed-01)