Halaman Mapolda DIY ‘Dibanjiri’ Ribuan Santri, Ada Apa?

Ribuan massa aksi #santrimemanggil di Mapolda DIY, pada Selasa (29/10/2024). (dok. kabarkota.com)

SLEMAN (kabarkota.com) – Sekitar jam 10, hari Selasa (29/10/2024) pagi, cuaca sudah terasa panas karena terik matahari. Jalanan di sekitar perempatan Ringroad utara Gejayan, Sleman terlihat sangat padat hingga terjadi kemacetan karena jalan menuju ke Markas (Mapolda) DIY ditutup sementara, terkecuali untuk rombongan massa aksi yang membawa kendaraan, masih dipersilakan melintas.

Para Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama (NU) berseragam loreng layaknya militer sibuk mengatur arus lalu-lintas yang menuju ke Mapolda. Begitu pun para polisi lalu-lintas yang berjaga di sejumlah titik untuk mengurai kemacetan dan mengatur pergerakan massa aksi.

Sementara halaman Mapolda DIY sudah dibanjiri dengan lautan manusia, mulai dari rombongan emak-emak, bapak-bapak, para anak muda hingga anak-anak pelajar, tak terkecuali para santri. Sebagian besar dari mereka duduk di atas rumput lapangan yang merupakan halaman depan Mapolda DIY. Tak lupa, berbagai poster dan spanduk mereka bawa sebagai bentuk suara aspirasi.

Kedatangan ribuan santri dan sejumlah elemen Organisasi Masyarakat (Ormas) dari NU yang tergabung dalam aksi #santrimemanggil kali ini untuk mendesak kepolisian agar
mengatasi permasalahan peredaran minuman beralkohol atau Minuman Keras (Miras) yang sangat meresahkan karena membahayakan kesehatan dan keselamatan nyawa.

Salah satu pengurus Ponpes Krapyak, Nyai Ida mengaku prihatin dengan bahaya miras. Terlebih, pihaknya sebagai pengasuh Ponpes dan ibu dari semua generasi.

Para santri putri membawa poster-poster tentang bahaya miras. (dok. kabarkota.com)

“Kami memohon perhatian Kapolda sebagai pelaku kebijakan. Jangan hanya menghentikan perizinan tetapi cabut perizinan perdagangan miras,” tegasnya disertai sorak sorai dari ribuan massa aksi.

Menurutnya, pencabutan izin itu menjadi bagian dari amal kebaikan yang sangat besar bagi para pemangku kebijakan terkait.

Pengurus Ponpes lainnya, Kyai Hasan dalam orasinya juga menekankan, jika pemerintah tidak bisa mengatasi permasalahan peredaran miras dengan baik, maka gelombang pergerakan masyarakat untuk menyuarakan soal miras di DIY akan semakin besar.

“Mereka yang hadir di sini hanya sekitar 2 persen dari total santri yang ada di DIY. Mereka diantarkan oleh para orang tua yang gelisah karena anaknya hidup di bawah ancaman bahaya miras,” sambungnya.

Dalam aksi kali ini, mereka juga mendesak agar kepolisian segera menuntaskan kasus penganiayaan dengan senjata tajam oleh segerombolan orang yang diduga mabuk hingga mengakibatkan dua santri Krapyak luka-luka, di Prawirotaman Yogyakarta, baru-baru ini.

Dalam pernyataan sikapnya, Koordinator Umum Aksi Santri Memanggil, Abdul Muiz mendesak agar aparat keamanan segera menangkap dan mengadili semua pelaku penganiayaan tersebut.

“Berikan keadilan untuk korban dan keluarga,” pintanya.

para santri putra membentangkan spanduk penolakan terhadap miras. (dok. kabarkota.com)

Menanggapi hal tersebut, Kapolda DIY, Irjen Suwondo Nainggolan menyatakan bahwa pihaknya bertanggung-jawab atas kondisi kamtibmas di DIY. Termasuk atas kasus yang menimpa dua santri tersebut.

“Kami menyampaikan simpati dan menyesalkan kejadian tersebut,” ucap Kapolda.

Lebih lanjut pihaknya mengungkapkan telah menangkap semua pelaku penganiayaan. Hanya saja, pihaknya belum dapat merilis secara resmi karena masih dalam proses oleh para penyidik.

Meski demikian, Kapolda memastikan bahwa rilis resmi terkait penangkapan tersebut akan disampaikan hari ini.

“Proses hukumnya silakan nanti bisa dikontrol sampai ke pengadilan,” ucap Kapolda.

Sementara terkait peredaran Miras, Kapolda mengklaim telah menindak para penjual miras legal maupun ilegal. Namun untuk kewenangan terkait perizinan dan penutupan menjadi ranahnya pemerintah.

“Kalau nanti sudah dirapikan oleh Pemda, maka tidak boleh lagi ada izin Miras di Yogyakarta,” lanjutnya. (Rep-01)

Pos terkait