Ilustrasi: bis angkudes yang beroperasi di wilayah Sleman dan sekitarnya (sumber: ikhsanhargokusumo.blogspot.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Kebijakan pemerintah Jokowi – JK menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi mengakibatkan pengusaha angkutan pedesaan (angkudes) semakin terpuruk.
Seorang pelaku bisnis angkudes di Sleman, Parlan mengaku, sejak sebelum harga BBM bersubsidi dinaikkan, usahanya sudah terhitung bangkrut, karena pendapatan dari usahanya tidak sebanding dengan biaya operasional yang harus dikeluarkan per harinya.
“Sebelum BBM dinaikkan saja, per hari satu mobil menghabiskan BBM Rp 100 ribu. Sementara, setoran yang didapat dari supir kadang kurang dari Rp 100 ribu, sehingga mereka jarang setor pendapatan ke saya,” keluh Parlan kepada kabarkota.com melalui telp, Selasa (18/11).
Parlan juga menyatakan, sebelum krisis moneter 1998 lalu, dirinya pernah memiliki enam unit mobil angkudes, yang bahkan bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Namun kini, karyawan di salah satu sekolah tinggi swasta di Yogyakarta ini mengaku tinggal memiliki dua unit saja. Itu pun, sama sekali tidak memberikan keuntungan secara finansial.
“Secara bisnis sebenarnya sudah tidak bisa diharapkan lagi, tetapi saya masih memikirkan nasib supir saya yang membutuhkan pekerjaan itu,” ungkap Parlan lagi.
Menurutnya, keterpurukan bisnis angkudes ini sudah terjadi sejak kehadiran bus Transjogja yang memangkas jalur yang selama ini dilewati angkudes. Kondisi tersebut masih diperparah dengan membludaknya kendaraan pribadi, khususnya sepeda motor.
Untuk itu, Parlan berharap, agar pemerintah memberikan subsidi kepada para pelaku bisnis angkudes supaya tetap bisa beroperasi, meski pun di tengah keterpurukan. Sebab pada kenyataannya, kehadiran angkutan umum di pedesaan ini masih dibutuhkan sebagian masyarakat.
Anggota DPC Organda Sleman ini juga meminta, agar pemerintah juga memberlakukan pembatasan kendaraan pribadi sehingga angkutan umum bisa kembali beroperasi seperti sebelumnya.
SUTRIYATI