Logo (dok. hicon)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan Surat Keterangan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP El) sebagai syarat sah untuk melakukan pencoblosan dalam Pemilu 17 April 2019 mendapatkan respon positif dari berbagai pihak, termasuk Hicon Law & Policy Strategic
Direktur Hicon Law & Policy Strategic, Hifdzil Alim menganggap bahwa salam konteks Pemilu, putusan tersebut merupakan bukti hak rakyat untuk memilih tidak boleh dihalang-halangi karena masalah teknis prosedural, melainkan harus dijamin, dihormati, dan dilindungi.
“Putusan MK ini dapat menjadi ajang bagi rakyat untuk memanifestikan pilihannya secara bertanggung jawab dan demokratis,” kata Hifdzil dalam siaran persnya, baru-baru ini.
Selanjutnya, Hifdzil juga mendorong agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu segera menindaklanjuti substansi putusan MK tersebut, dengan melakukan koordinasi bersama pemerintah guna melakukan pendataan bagi setiap pemilih yang belum memiliki KTP El. Sementara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)n perlu melakukan pengawasan terhadap proses pendataan tersebut.
Selain itu, pihaknya juga mendesak pemerintah, dalam hal ini Kementerian dalam Negeri dan Kementerian Keuangan agar berkoordinasi dengan penyelenggara Pemilu, baik dalam hal proses pendataan maupun penganggarannya.
Sedangkan bagi pemilih yang belum memiliki KTP elektronik, Hicon menyarankan agar aktif mendatangi instansi yang memiliki kewenangan untuk meminta keterangan telah memiliki surat keterangan perekaman KTP el sehingga dapat menggunakan hak pilihnya.
Sebelumnya, dalam sidang pleno MK terbuka pada Kamis 28 Maret 2019 lalu, MK menerbitkan Putusan Nomor 20/PUU-XVII/2019 tentang Pengujian UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Putusan a quo ini pada pokoknya menyatakan tiga hal penting, yakni:
Pertama, frasa “kartu tanda penduduk elektronik” dalam Pasal 348 ayat (9) UU No. 7 Tahun 2017 tidak memiliki kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai juga dengan “surat keterangan perekaman kartu tanda penduduk elektronik yang dikeluarkan oleh dinas kependudukan dan catatan sipil atau instansi lain yang sejenisnya yang memiliki kewenangan untuk itu”.
Kedua, frasa “paling lambat 30 (tiga puluh) hari” dalam Pasal 210 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai juga dengan “paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum hari pemungutan suara kecuali bagi pemilih karena kondisi tidak terduga di luar kemampuan dan kemauan pemilih karena sakit, tertimpa bencana alam, menjadi tahanan, serta karena menjalankan tugas pada saat pemungutan suara ditentukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum hari pemungutan suara”.
Ketiga, frasa “hanya dilakukan dalam TPS/TPSLN yang bersangkutan pada hari pemungutan suara” dalam Pasal 383 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai juga dengan “hanya dilakukan dan selesai di TPS/TPSLN yang bersangkutan pada hari pemungutan suara dan dalam hal penghitungan suara belum selesai dapat diperpanjang tanpa jeda paling lama 12 (dua belas) jam sejak berakhirnya hari pemungutan suara”. (Ed-01)