Ilustrasi (sutriyati/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Forum Pemantau Independen (Forpi) Pakta Integritas Kota Yogyakarta meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Yogyakarta agar sanksi atau hukuman untuk oknum juru parkir (jukir) nakal segera direvisi.
Permintaan tersebut disampaikan Forpi, menyusul adanya aduan salah satu warga Yogyakarta, Baharuddin Kamba yang mengeluhkan tarif parkir di kawasan Taman Pintar Yogyakarta yang disinyalir tidak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Yogyakarta No. 5 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Umum
Menurut Koordinator Forpi Pakta Integritas Kota Yogyakarta, FX. Harry Cahya, sanksi pidana denda yang dijatuhkan pengadilan terhadap para oknum jukir nakal masih relatif ringan, yakni antara Rp 100 ribu – Rp 300 ribu.
“Vonis ini tidak akan memberikan efek jera, meskipun pihak dari Satpol sudah sering meminta kepada pengadilan agar sanksi atau vonis yang dijatuhkan pengadilan maksimal. Ini juga bisa jadi dilema bagi Satpol PP maupun Dishub Kota Yk saat melakukan razia dan dibawa ke sidang Tipiring karena vonis tidak maksimal,” kata Harry melalui siaran pers Forpi, pada Selasa (28/8/2018).
Untuk itu pihaknya berharap, agar proses revisi terhadap sanksi pidana maupun denda terhadap para pelanggar aturan yang tengah digodog dewan kota Yogyakarta segera rampung. Selain itu, Forpi juga akan mendesak Walikota Yogyakarta, supaya membuat Tempat Khusus Parkir (TKP) guna mengurangi kemacetan, karena kondisi saat ini sudah darurat macet.
Hukuman untuk Jukir Nakal Diusulkan Setara Koruptor
Dikonfirmasi terkait proses revisi Persa Parkir, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Parkir Progresif DPRD Kota Yogyakarta, Fokki Ardiyanto menjelaskan, saat ini, pihaknya tengah mengumpulkan banyak masukan, dari berbagai stakeholders parkir. Diantaranya, Ombudsman, Pustral UGM, dan kelompok-kelompok masyarakat.
“Kami menargetkan bulan November mendatang bisa selesai,” ungkap A. Fokki kepada kabarkota.com. Mengingat, ada sejumlah poin yang akan direvisi dalam Perda tersebut. Selain pasal tentang sanksi bagi jukir yang melanggar, pasal tentang penambahan kawasan, perubahan tarif, dan penyelenggaraan parkir dengan sistem online juga akan dirombak.
Khusus untuk sanksi bagi oknum jukir nakal, lanjut Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Yogyakarta ini, ada yang mengusulkan hukumannya masuk ke ranah Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), atau dengan kata lain setara dengan hukuman bagi koruptor. Pihaknya menilai, usulan tersebut tidak masalah, karena demi perubahan yang lebih baik.
“Mereka kan menarik di luar ketentuan. Kalau bukan korupsi lalu apa namanya? korupsi jangan hanya dilihat dari nilai rupiahnya saja,” tegasnya.
Berawal dari Tarif Parkir Tanpa Karcis di Taman Pintar
Sebenarnya, masalah penarikan tarif parkir yang tak sesuai dengan aturan bukan hal baru. Hanya saja, persoalan kembali mencuat, ketika salah satu warga Yogyakarta, Baharuddin Kamba, pada 26 Agustus 2018 lalu tengah berada saya di Taman Pintar Yogyakarta.
Dalam keterangannya, Bahar mengaku ketika itu sedang mengantar putranya untuk mengikuti kegiatan Lomba Melukis yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta.
“Anak saya merupakan salah satu peserta, yang ditunjuk oleh pihak Sekolah Dasar Negeri Jetisharjo Kota Yogyakarta guna mengikuti acara tersebut,” ujarnya.
Dalam jadwal agenda, kegiatan yang diikuti oleh ratusan siswa dari tingkat TK hingga SMA itu semestinya dimulai pukul 08.00 WIB. Namun pelaksanaannta mundur sekitar satu jam. Saat menuju tempat parkir, Bahar memberikan uang Rp 2 ribu ke petugas parkir. Namun, oknum petugas parkir tersebut minta tambahan uang sebesar Rp 1 ribu. Padahal, ia tidak diberi karcis parkir.
Bahar mengaku, sebenarnya ia tak mempersoalkan besaran tarif Rp 3 ribu yang harus ia bayar, meskipun gak sesuai dengan Perda tersebut. “Yang saya persoalkan adalah mengapa tidak ada petugas dari Dishub maupun Satpol PP Kota Yogyakarta untuk melakukan pengawasan di sekitaran Taman Parkir atau tempat keramaian? Padahal ada momen atau kegiatan lomba melukis yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, dan peserta juga banyak,” sesalnya.
Jika terus dibiarkan, Bahar khawatir, budaya koruptif dengan mematok tarif parkir di luar ketentuan semakin subur dan tidak ada efek jera. “Jangan dilihat dari jumlah tarif yang diminta tapi jika dikalikan dengan jumlah kendaraan yang parkir di Taman Pintar, misalnya, maka jumlahnya juga banyak. Bisa jadi melebihi gaji bulanan seorang PNS/ASN,” anggapnya.
Untuk itu ia berharap, selain melakukan razia, pemasangan tanda tarif parkir di tempat-tempat keramaian, serta ada hotline nomor pengaduan masyarakat sehingga bisa segera direspon, tanpa harus menunggu viral di media sosial terlebih dahulu.
(sutriyati)