Ilustrasi (dok. kabarkota.com)
JAKARTA (kabarkota.com) – Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) menyebut bahwa sungai-sungai di Indonesia telah terkontaminasi partikel mikroplastik yang berasal dari sampah plastik.
Direktur Eksekutif Ecoton, Daru Setyorini menilai, kondisi sungai di Indonesia masih buruk karena banyak ditemukan sampah plastik di bantaran dan badan air. Hal ini yang menjadi sumber dari adanya kontaminasi mikroplastik, yaitu partikel plastik yang berukuran kurang dari 5 mili meter. Padahal,
air sungai memiliki peranan vital dalam kehidupan makhluk hidup sehari-hari. Salah satunya, sebagai habitat bagi berbagai macam organisme.
Menurutnya, berdasarkan Data Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) 2022 yang menguji kandungan mikroplastik di 68 sungai strategis nasional, terdapat lima Provinsi yang kontaminasi partikel mikroplastik-nya paling tinggi, yakni Provinsi Jawa Timur (Jatim); Sumatera Utara (Sumut); Sumatera Barat (Sumbar); Bangka Belitung (Babel); dan Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).
Adapun kandungan mikroplastik terdiri atas Fibre (Serat)20 persen yang sumbernya dari degradasi kain sintetik akibat kegiatan rumah tangga; Film (Filamen) 60 persen dari degradasi sampah plastik tipis dan lentur; Fragment 60 persen dari deradasi sampah plastik kaku dan tebal; Pellet 4 persen yang merupakan mikroplastik primer yang diproduksi langsung oleh pabrik sebagai bahan baku pembuatan produk plastik; serta Foam 0,4 persen yang berasal dari degradasi setiap jenis plastik dengan struktur foam (berbusa).
Daru memaparkan, komponen plastik terdiri atas senyawa utama yang meliputi styrene, vinil klorida dan bisphenol A. Jika tubuh terpapar senyawa tersebut, maka bisa mengalami iritasi atau gannguan pernafasan, mengganggu hormone endokrin sampai berpotensi menyebabkan kanker. Sedangkan senyawa tambahan yang dicampurkan ke dalam plastik meliputi phthalate, penghalang api, dan alkalyphenol juga dapat menyebabkan gangguan aktivitas endokrin hingga berdampak pada kesuburan.
Lebih lanjut Daru menjelaskan, senyawa dari plastik memiliki aktifitas mengganggu hormone estrogen. Jika senyawa tersebut masuk ke dalam tubuh manusia, maka senyawa tersebut dapat menurunkan kadar hormon testosteron plasma dan testis, LH plasma, serta menyebabkan morfologi abnomal seperti penurunan jumlah sel Leydig pada biota jantan.
Sementara jika mengacu pada Data Kemetrian PUPR 2020 yang dikelola oleh Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), hingga saat ini, tata kelola sampah di Indonesia belum merata. Ditambah lagi dengan regulasi terkait tata kelola sampah di level daerah masih minim. Data menunjukkan, dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia, baru sekitar 45 persen yang telah memiliki Perda Persampahan dan Perda Retribusi Persampahan.
Presiden Jokowi juga telah meminta agar pengelolaan sampah menjadi program penting yang dibuat terpadu dan sistemik, dengan keterlibatan masyarakat dan swasta yang bersinergi dengan pemerintah pusat maupun daerah. Mengingat, masalah yang disebabkan oleh mikroplastik lebih besar dari perkiraan karena berbahaya dan mengancam keberlangsungan makhluk hidup.
“Sudah saatnya pemerintah pusat dan daerah segera membuat kebijakan dan strategi untuk menyelesaikan masalah persampahan dan tata kelola sampah di indonesia agar sampah plastik tidak bocor ke lingkungan yang menjadi cikal bakal Mikroplastik,” tegas Daru dalam siaran di laman ecoton, Jumat (30/12/2022).
Lembaga Swadaya Masyarat yang bergerak di bidang pemulihan lingkungan sungai ini juga merekomendasikan, agar pemerintah membuat baku mutu atau nilai ambang batas mikroplastik di perairan sungai Indonesia. Ini sekaligus sebagai implementasi lampiran 6 PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang PPLH yang menyebutkan bahwa baku mutu sungai harus “Nihil Sampah”.
Selain itu, pemirintah harus melakukan pemulihan lingkungan dan pembersihan sampah plastik yang menjadi biang mikroplastik. Termasuk, memperluas regulasi pembatasan dan pengurangan plastik sekali pakai di Indonesia, dan secara tegas melarang penggunaannya di pusat perbelanjaan, pasar, supermarket, retail yang tersebar di setiap daerah.
Konsep Zero Waste City dalam tata kelola sampah, lanjut Daru, juga perlu diterapkan di masing-masing daerah, serta menaikkan anggaran program tata kelola sampah tersebut.
“Sudah saatnya pemerintah mengembangkan inovasi program dan teknologi infrastruktur pengelolaan sampah yang mutakhir dan non emisi dalam penanganan sampah plastik di lingkungan,” anggapnya.
Pihaknya pun mendorong produsen penghasil sampah plastik khususnya sachet untuk segara merancang dokumen peta jalan pengurangan sampah dan melakukan kiat – kiat pengurangan produk kemasan yang berpotensi mencemari lingkungan, dengan pedoman regulasi Permen LHK 75 tahun 2019 tentang peta jalan pengurangan sampah. (Ed-01)