Ilustrasi (sutriyati/kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) –
Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi – JK) telah memasuki tahun ke-4. Itu artinya, hanya tinggal satu tahun tersisa untuk pemerintah merealisasikan Nawa Cita yang menjadi janjinya kepada rakyat Indonesia, saat kampanye 2014 silam.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (Ketum DPD IMM) DIY, Ari Susanto menilai, hingga kini masih ada kinerja pemerintah yang belum optimal, atau bahkan tak terwujud. Menurutnya, upaya pemerataan pembangunan infrastruktur sebagaimana yang digencarkan pemerintah itu sebenarnya baik, hanya saja perlu dilihat kembali, seberapa besar kebutuhan infrastruktur di daerah-daerah.
“Misalnya, apakah di Papua butuh tol? Bukannya lebih baik penguatan SDM itu yang utama. Di Papua butuh pendidikan agar revolusi mental yang diwacanakan juga akan mengena,” kata Ari, saat dihubungi kabarkota.com, Rabu (18/7/2018).
Catatan penting lainnya, lanjut Ari, pemerintah harus segera meninjau segala bentuk program dan agendanya yang dirasa telah menciderai dan melukai rakyat indonesia.
“Pemerintah dengan janji Nawa Cita-nya harus berpihak kepada rakyat. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia harus dibumikan di tanah air. Sebab, sejatinya pemerintah adalah aktor pelaksana yang dimandatkan rakyat untuk menjalankan roda negara,” tegasnya.
Sementara sebelumnya, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (Sekjen DPP) IMM, Irfan, dalam rilisnya, 17 Juli 2018, justru menganggap bahwa pemerintah telah gagal dalam memenuhi janji-janji politiknya. .
“Empat tahun berjalan pemerintahan Jokowi. Dulu yang digaungkan ingin mewujudkan Tri Sakti, Nawa Cita, dan janji-janji politiknya saat kampanye, tapi kini masih jauh panggang dari apinya,” kata Irfan.
Ekonomi yang cenderung melemah, dengan jumlah hutang Negara yang meningkag, serta nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat yang kini mendekati Rp 15 ribu, menjadi salah satu indikator kegagalan tersebut. Ditambah lagi dengan janji penyediaan 10 juta lapangan pekerjaan untuk rakyat kecil, namun sampai saat ini tak kunjung terwujud. Sementara di lain pihak, justru banyak tenaga kerja asing illegal yang masuk ke daerah-daerah di Indonesia.
“Pengangguran di negeri ini masih menjadi masalah serius. Tapi sekarang, subsidi untuk rakyat, justru telah banyak dicabut. BBM naik, listrik naik sehingga ekonomi masyarakat semakin sulit,” paparnya.
Begitupun dengan kedaulatan pangan sebagaimana yang dijanjikan, ternyata masih jauh dari kenyataan, karena impor masih menjadi andalan.
“Kemudian di era ini pula, penegakan hukum kian timpang dan tidak adil. Kasus Novel Baswedan adalah bukti dari matinya keadilan hukum pada pemerintahan Jokowi,” sebut mahasiswa asal Makassar ini.
Karenanya, Irfan berpendapat bahwa saat ini rakyat merindukan seorang pemimpin yang konsisten antara perkataan dan perbuataannya, serta berpihak kepada kepentingan rakyat kecil
“Oleh karena itu, Indonesia butuh pemimpin baru,” tegas Irfan. (sutriyati)