Ironi Pedagang di Selatan Stasiun Wates: Berjualan di Tanah PAG, Ditertibkan KAI, Dibongkar Pemkab

Ilustrasi: Spanduk penolakan penertiban kios di selatan Stasiun Wates, Kulon Progo (dok. istimewa).

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Sudah beberapa hari terakhir, kaki kiri Kelik Haryana, Pedagang korban penataan kios sisi selatan Stasiun Wates, Kulon Progo ini terasa sakit saat berjalan. Itu akibat kecelakaan lalu-lintas yang ia alami, baru-baru ini.

Bacaan Lainnya

Meski begitu, Kelik bersama tiga PKL lainnya tetap menghadiri sidang perdana di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta, pada 10 November 2022. Dengan didampingi kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Kelik cs. menggugat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulon Progo karena telah menggusur kios para pedagang di selatan Stasiun Wates, pada 12 Agustus lalu.

Kelik menceritakan bahwa selama kurang lebih 12 tahun, ia bersama ibunya telah berjualan makanan dan minuman, di Stasiun Wates.

“Kami dulu berjualan di kios dalam stasiun sekitar lima tahun, dengan perjanjian sewa. Namun kemudian kios dalam stasiun dibongkar oleh PT KAI, kemudian oleh Bupati Kulon Progo, kami ditempatkan sementara di selatan Stasiun Wates. Namun setelah 8 tahun di sana, kini kami diusir suruh pindah lagi,” ungkap Kelik kepada kabarkota.com, di PTUN Yogyakarta, pada 10 November 2022.

Bagi bapak empat anak ini, berjualan di stasiun Wates menjadi mata pencaharian utamanya. Dalam sehari, ia bisa mengantongi omzet sekitar Rp 200 ribu – Rp 400 ribu. Dari hasil tersebut, keuntungan paling besar sekitar 50 persen.

Pemkab sempat memberikan saran agar para pedagang pindah ke Pasar Bendungan dan Pasar Sentolo, namun mereka menolak karena tempatnya sepi.

“Kami seperti terbuang kalau menerima tempat-tempat tersebut,” anggapnya.

Selain itu, Bupati lama (Sutejo) juga pernah menawarkan tanah di Margosari. Tawaran tersebut juga tidak diterima pedagang, karena mereka harus membangun kios sendiri. Tawaran serupa juga pernah disampaikan PT KAI.

“Kami juga pernah ditawari tanah di dalam stasiun tapi suruh membangun sendiri kiosnya dengan nilai Rp 80 juta, kami tidak mampu,” sesalnya.

Kini, mereka tidak bisa lagi menempati lokasi selatan stasiun untuk berjualan sehingga kehilangan mata pencaharian. “Sekarang saya bekerja serabutan,” ucap Kelik.

LBH Yogya: Pemkab Melakukan Perbuatan Melanggar Hukum

Para pedagang korban penataan stasiun Wates bersama LBH Yogyakarta usai menghadiri sidang perdana di PTUN Yogyakarta, pada 10 November 2022 (dok. kabarkota.com)

Pada kesempatan tersebut, Kuasa hukum dari LBH Yogyakarta, Era Hareva Pasarua menjelaskan bahwa tujuan empat pedagang menggugat ke PTUN untuk menegaskan bahwa Pemkab Kulon Progo telah melakukan perbuatan melawan hukum atas tindakannya merobohkan beberapa kios di depan Stasiun Wates. Sebab, Pemkab tidak pernah mengeluarkan Surat Peringatan (SP) kepada pedagang, namun tiba-tiba merobohkan kios-kios tersebut.

“SP 1-3 diterbitkan KAI, dan yang harus menertibkan itu tim asset. Tapi pada tanggal 12 Agustus itu malah Pemkab yang menertibkan,” sebut Era.

Kejanggalan lainnya, lanjut Era, kios para pedagang berdiri di atas tanah Paku Alam Ground (PAG), namun yang mengeluarkan surat peringatan justru dari PT KAI, dan dirobohkan oleh Pemkab.

“Ada rekomendasi dari Ombudsman RI Perwakilan DIY bahwa para pedagang akan ditempatkan di dalam stasiun lagi, tapi sampai dengan hari ini tidak ada pembangunan kios di sana,” tegasnya.

Jika gugatan para pedagang di PTUN Yogyakarta dikabulkan, maka nantinya para pedagang bisa melanjutkan gugatan yang lebih luas di Pengadilan Negeri (PN). “Ini bekal kami untuk menggugat di PN,” sambungnya.

Dalam sidang perdana dengan agenda pemeriksaan pendahuluan, Majelis Hakim memeriksa kelengkapan berkas, serta materi gugatan, dan meminta penggugat melakukans sejumlah koreksi. Rencananya, sidang akan dilanjutkan pada 16 November 2022 mendatang, dengan agenda yang sama.

PT KAI: Penertiban di Stasiun Wates untuk Pengembangan Layanan Penumpang KA

Ditemui terpisah, Manajer Humas PT KAI Daop 6 Yogyakarta, Franoto Wibowo menjelaskan bahwa penertiban pedagang di Stasiun Wates dilakukan untuk pengembangan pelayanan bagi penumpang Kereta Api (KA).

“Stasiun Wates ke depan akan berkembang sehingga membutuhkan space untuk pengembangan pelayanan penumpang,” kata Franoto kepada kabarkota.com, 10 November 2022.

Disinggung terkait pembongkaran kios pedagang, pihaknya tidak banyak berkomentar. “Itu urusannya Pemda,” tegasnya.

petugas dari PTUN Yogyakarta (kiri) memeriksa sejumlah berkas yang diajukan para penggugat, usai sidang perdana digelar, pada 10 November 2022 (dok. kabarkota.com)

Pemkab Kulon Progo: Tanah PAG depan Stasiun Wates untuk RTH

Sementara di lain pihak, Kepala Bidang Trantibum Satpol PP Kabupaten Kulon Progo, Alif Romdhoni membenarkan bahwa tanah yang ditempati para pedagang merupakan tanah milik Pakualaman, dan sebagian diklaim sebagai aset PT KAI.

“Itu tanah PAG tapi tidak boleh untuk berjualan, karena peruntukannya buat Ruang Terbuka Hijau (RTH),” papar Alif saat dihubungi kabarkota.com.

Terkait pembongkaran, Alif mengklaim bahwa pihaknya telah mendapatkan Surat Perintah dari Pemkab Kulon Progo untuk menertibkan lokasi tersebut.

Budi Setiawan dari Biro Hukum Setda Kabupaten Kulon Progo mengaku, pihaknya masih menunggu materi gugatan yang perlu disempurnakan sebagaimana saran Majelis Hakim PTUN Yogyakarta.

“Tentunya kami belum bisa menyampaikan lebih lanjut karena gugatan belum kami terima,” dalihnya. (Rep-01)

Pos terkait