Ilustrasi: poster bergambar dua oknum yang diduga melakukan pelecehan seksual di UGM. Kiri, poster pelaku inisial EH, dan kanan, oknum mahasiswa inisial HS. (dok. kabarkota.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Jogja Police Watch mendesak, agar Universitas Gadjah Mada (UGM) membawa kasus dugaan pelecehan di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, yang menimpa seorang mahasiswi Fisipol UGM pada saat KKN di Pulau Seram, Maluku, tahun 2017 dibawa ke ranah hukum.
Kepala.Divisi Humas JPW, Baharuddin Kamba berpendapat bahwa selain menambah daftar panjang kasus pelecehan seksual di dunia pendidikan, tindak asusila oleh mahasiswa itu juga bisa jadi hanya fenomena gunung es. Artinya, bukan tak mungkin sebenarnya banyak korban pelecehan seksual di dunia pendidikan yang tidak berani melapor dengan berbagai alasan, salah satunya ketakutan.
“Dalam konteks pelecehan seksual, pihak kepolisian selalu beralasan tidak ada adanya laporan dari korban, seperti antara korban dengan pelaku suka sama suka. Alasan ini tidak dapat dibenarkan karena kasus pelecehan seksual jelas ada korban dan ada pelanggaran hukum, jadi, harus masuk ranah pidana,” kata Bahar melalui siaran pers, Kamis (8/11/2018). (Baca Juga: #KitaAgni Bergema di Fisipol UGM)
Harapannya, pelaku pelecehan seksual oleh mahasiswa berinisial HS bisa diusut tuntas. Namun, demi asas keadilan dan persamaan di depan hukum, maka kasus pelecehan seksual yang juga pernah dilakukan oleh salah satu dosen di Fisipol UGM berinisial EH, tidak cukup hanya dengan dijatuhi sanksi bebas tugas mengajar, melainkan juga harus dibawa ke ranah hukum.
“Pelecehan tersebut terjadi saat EH menjabat sebagai kepala jurusan pada April tahun 2015 dan baru diketahui pihak Fisipol UGM Januari 2016,” sebutnya.
Lebih lanjut JPW mendesak kepada UGM, agar tak menjadi pengecut dalam menuntaskan kasus dugaan pelecehan ini, dengan membuka kembali dan mempublikasikan hasil serta rekomendasi dari tim investigasi atas kasus tersebut.
Pihak Kemenristekdikti, lanjutnya, juga harus bertanggung-jawab atas kasus pelecehan seksual terhadap mahasiswi Fisipol UGM. “Jangan sampai persoalan tersebut dan sanksinya diserahkan kepada pihak universitas, sehingga seakan-akan Kemenristek RI ‘lempar handuk’ atas persoalan ini,” sesal Bahar. (Ed-03)