Sarasehan Pilwalkot Yogyakarta di Kota Yogyakarta, pada 27 Juni 2024. (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Pemilihan Umum Walikota (Pilwalkot) Yogyakarta akan dilaksanakan pada 27 November 2024 mendatang.
Sejumlah Partai Politik (Parpol) mulai intens melakukan komunikasi politik guna menjajaki kemungkinan koalisi untuk mengusung pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Yogyakarta 2024.
Meski demikian, mereka mengaku belum menentukan arah koalisi. Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Kota Yogyakarta, Marwoto Hadi mengatakan, saat ini, peta koalisi masih sangat cair.
“Sampai dengan hari ini belum ada satu pun calon yang berani mendeklarasikan diri dengan mendapatkan dukungan dari beberapa partai koalisi,” tegas Marwoto dalam Sarasehan Pilwalkot Yogyakarta di Kota Yogyakarta, pada 27 Juni 2024
Menurutnya, dari sisi perolehan kursi di DPRD Kota Yogyakarta, hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang bisa mengusung sendiri pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Yogyakarta. Sementara Parpol lainnya harus berkoalisi, termasuk Partai Gerindra karena perolehan kursinya di bawah enam.
Disinggung soal bakal calon yang akan diusung, Marwoto menyatakan bahwa pihaknya berkomitmen untuk mengusung kandidat dari kader internal, dengan mempertimbangkan elektabilitas, kapabilitas, dan isi tas (dana).
“Kalau ada Parpol yang mengatakan tidak perlu isi tas yang penting calon berani maju, maka saya katakan itu bohong,” tegasnya.
Ketua DPD Partai Golongan Karya (Golkar) Kota Yogyakarta, Agus Mulyono kiga berpandangan bahwa isi tas memang hal penting yang perlu dipertimbangkan. Mengingat, proses Pilwalkot membutuhkan biaya politik yang tinggi.
“Tapi, kapabilitas bisa mengalahkan isi tas,” ucap Agus.
Soal arah koalisi, Agus mengungkapkan, Partai Golkar Kota Yogyakarta masih melakukan komunikasi politik dengan sejumlah Parpol, karena tidak bisa mengusung bakal calon sendiri.
Lain halnya dengan Sekretaris Desk Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Kota Yogyakarta Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Gus Lutfi yang menuturkan bahwa salah satu pertimbangan untuk mengusung maupun mendukung pasangan calon adalah nderek dawuh Kyai (mengikuti arahan dari ulama/pemuka agama).
“Kalau belum ada dawuh Kyai, maka kami belum berani bertindak macam-macam. Itu salah satu ciri khas dari PKB,” katanya.
Hanya saja, Gus Lutfi tak memungkiri bahwa pihaknya juga telah menjalin komunikasi politik untuk membangun koalisi dan menindaklanjutinya dengan pembukaan pendaftaran untuk penjaringan kandidat.
“Ke depannya, kami masih menunggu perkembangan,” sambungnya.
Pengamat Politik: Koalisi Cair, kecuali PDIP
Ditemui terpisah, Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ahmad Norma Permata juga berpandangan bahwa untuk koalisi Pilkada, semua Parpol akan cair kecuali PDIP. Sebab, secara psikologis, Partai berlambang banteng moncong putih tersebut di level nasional telah mengisolasi diri, pasca Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2024.
“Kalau psikologis itu turun ke bawah, nanti nasib PDIP akan susah. Makanya dia harus bisa berkoalisi,” anggap Norma di UIN Sunan Kalijaga, baru-baru ini.
Norma menjelaskan, dalam teori koalisi itu ada maximum winning coalition. Dalam hal ini, Parpol bisa berkoalisi dengan siapa saja, asalkan menang.
Selain itu, ada minimum winning coalition (koalisi minimal). Maknanya, koalisi yang dibangun minimal 50 persen + 1 saja sehingga ketika menang, kue kekuasaan tidak dibagikan ke banyak Parpol.
“Dugaan saya, mereka masih menunggu hasil survei,” kata Norma. Kandidat yang menonjol akan menjadi magnet bagi parpol untuk berkoalisi.
“Sekarang waktunya para kandidat dan timsesnya memperkenalkan diri sembari menunggu hasil survei internal Parpol,” tambahnya. (Rep-01)