Kematian Robby Indra Wahyuda= Bahaya Rokok yang Nyata

Ilustrasi (dok. istimewa)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Kematian Robby Indra Wahyuda pada 23 Juni 2015 lalu di Yogyakarta menjadi contoh riil bahaya rokok, sebagaimana peringatan yang tercantum jelas di bungkus produknya, “Rokok Membunuhmu”.

Bacaan Lainnya

Robby adalah pria 26 tahun yang semasa hidupnya sempat menjadi perokok aktif, tepatnya sejak duduk di bangku kelas 6 SD. Namun malang, pemuda kelahiran 12 Oktober 1988 tersebut didiagnosa menderita kanker laring dan paru-paru hingga harus kehilangan pita suaranya, akibat kebiasaannya merokok.

Sebelum ajal menjemput, Pria asal Samarinda ini juga sempat aktif menunjukkan kondisinya untuk menyentuh hati para perokok agar mulai mematikan rokoknya, melalui media sosial.

“Mafia penjual ganja dan sabu akan mencicipi sedikit barang jualannya untuk mengetahhui kualitas barang yang dia jual. Tapi seorang owner pabrik rokok tidak akan pernah mencicipi rokoknya karena ingin hidup lama menikmati uang hasil penjualan rokoknya,” tulis Robby di akun facebooknya, Robby Indra Wahyuda, 13 Januari 2015 lalu.

Menurut data yang dihimpun kabarkota.com dari Kajian Singkat Potensi Dampak Ekonomi Industri Rokok di Indonesia, nilai penjualan rokok pada tahun 2014 diperkirakan sebesar Rp 276 Triliun, dengan rata-rata konsumsi rokok 5,6 batang per hari per orang. Sementara bagi pemerintah, 9,8 persen dari pendapatan pajak berasal dari cukai tembakau, yang angkanya fantastis, yakni di kisaran Rp 154 Triliun.

Sebagai bentuk penghargaan atas perjuangan Robby melawan penyakit yang membunuhnya serta kegigihannya dalam berjuang melawan imperium rokok yang telah meracuninya, Social Movement Institute (SMI) Yogyakarta menggelar kegiatan bertajuk “Mengenang Perlawanan Robby” di pelataran kantor SMI Yogyakarta, Jumat (24/6/2016) petang.

Ketua Badan Pekerja SMI, Eko Prasetyo dalam sambutannya menganggap bahwa perusahaan rokok telah meracuni anak-anak muda karena berdampak buruk bagi kesehatan mereka.

“SMI sepakat dengan fatwa MUI bahwa rokok itu haram,” tegas Eko.

Sementara Gonjes, salah satu perokok aktif yang turut hadir dalam acara tersebut mengakui sulitnya untuk berhenti merokok, meski dirinya menyadari bahwa efeknya sangat tidak baik bagi kesehatan dan lingkungannya.

“Kami (para perokok) ini sebenarnya juga korban. Kami ingin berhenti merokok dari dulu tapi kok tidak bisa?
Sebenarnya kami juga takut melihat gambar mengerikan di bungkus rokok itu,” ungkap Gonjes yang sudah menjadi perokok aktif sejak duduk di bangku SMP.

Pria yang jago bermain musik ini juga mengaku telah melakukan berbagai upaya untuk mematikan rokoknya, mulai dari terapi herbal hingga menjauh dari lingkungan perokok. Namun, upaya tersebut hingga kini belum membuahkan hasil.

Berdasarkan data Riskesdas (2010), sebanyak 34,7 persen penduduk Indonesia yang berusia 10 tahun ke atas adalah perokok. Selain itu, lebih dari 40,3 juta anak Indonesia berusia 0-14 tahun tinggal dengan perokok dan terpapar asap rokok di lingkungannya. Ironisnya, sebagian besar dari mereka mengalami pertumbuhan paru yang lambat, dan lebih mudah terkena infeksi saluran pernafasan, infeksi telinga, dan asma. (Rep-03/Ed-03)

Pos terkait