Ketika Mahasiswa Asing Disambut Karawitan di SMP Bina Muda Gunungkidul

Suasana saat mahasiswa asing berbaur dengan siswa SMP Bina Muda Gunungkidul saat memainkan gamelan (dok. kabarkota.com)

GUNUNGKIDUL (kabarkota.com) – Sejak pagi, 26 siswa SMP Bina Muda di Kapanewon Panggang, Kabupaten Gunungkidul, DIY sudah berlatih membunyikan gamelan. Mereka duduk bersila di depan gamelan masing-masing, dengan mengenakan baju sorjan dan blangkon. Sedangkan para murid perempuan yang mengenakan kebaya dan hijab, menjadi pelantun tembang Jawa “Gugur Gunung” (gotong royong) dan ‘Kebo Giro”

Bacaan Lainnya

Hari Senin (29/5/2023) menjadi hari yang menyenangkan bagi mereka, karena sekolah akan kedatangan tamu para mahasiswa dari Warren Wilson Collage (WWC) Amerika Serikat. Selain mementaskan gamelan, para siswa ini juga menyanyikan lagu berbahasa Inggris “Nobody’s Child”. Sementara para guru mengenakan baju berbahan kain ecoprint bermotif dedaunan, hasil karya dari para siswa.

Para mahasiswa WWC berbaur dengan siswa SMP Bina Muda menyanyikan lagu “Nobody’s Child” (dok. kabarkota.com)

Menurut alumnus SMP Bina Muda, Darmanto yang juga menginisiasi seremonial penyambutan tamu tersebut, lagu Nobody’s Child” dipilih karena relevan untuk menggambarkan kondisi sekolah yang kecil sehingga kurang mendapatkan perhatian orang.

“Siapa tahu nanti para tamu menjadi tertarik pada SMP kita, lalu tahun depan mereka studi banding ke sini dengan membawa program-program yang menarik. Misalnya, ada pelatihan bahasa Inggris untuk kalian,” ungkap Darmanto saat memberikan pengarahan kepada para siswa, di sela-sela latihan mereka bernyanyi.

Sekitar pukul 10.00 WIB, rombongan tamu tiba. Mereka terdiri dari empat mahasiswi asing, dua perwakilan dari WWC, dan satu asisten kegiatan para mahasiswi yang merupakan salah satu siswi di SMP Bina Muda.

“Kami sebenarnya ada 16 orang yang terdiri dari 14 mahasiswa dan dua dosen. Tapi karena bersamaan dengan kunjungan di tiga tempat berbeda, jadi kami bagi tiga kelompok,” jelas Yanu, perwakilan dari WWC saat memberikan sambutan.

Yanu menjelaskan bahwa pada tahun 2014 itu awal kedatangan para mahasiswa asing yang sedang Kuliah Kerja Nyata (KKN) itu hanya ingin belajar tentang budaya gotong royong di Indonesia selama tiga hari. Namun karena mereka masih penasaran, dan merasakan manfaat dengan belajar tentang kesenian dan kebudayaan masyarakat lokal, maka waktunya sekarang menjadi seminggu.

“Kalau kunjungan mereka di sekolah, baru dimulai pada tahun 2018. Pada waktu itu, para mahasiswa ada program mengajar bahasa Inggris bagi anak-anak warga sekitar,” paparnya.

Mahasiswa Antusias Belajar Ecoprint

Setelah sesi sambutan dan perkenalan, para mahasiswi juga disuguhi dan diperkenalkan dengan makanan dan minuman tradisional. Di antaranya, klepon, getuk, rengginang dan teh poci.

Pada mahasiswa terlihat antusias mengikuti serangkaian acara penyambutan mereka. Bahkan, ketika para siswa mempersembahkan lagu “Nobody’s Child”, mereka turut bergabung di barisan anak-anak dan bernyanyi bersama.

Selanjutnya, rombongan diajak ke ruang workshop untuk melihat dan praktik membuat ecoprint. Tak kalah antusias, mereka pun dipersilakan menempelkan dedaunan hijau yang sudah dipersiapkan untuk ditaruh di atas kain yang akan diberi motif.

Mahasiswa WWC praktik membuat ecoprint di SMP Bina Muda Gunungkidul (dok. kabarkota.com)

Di ruangan yang cukup luas tersebut, selain sebagai tempat untuk ekstrakurikuler membuat ecoprint, juga sebagai ruang pamer produk-produk hasil karya para siswa.

Dewan Pendidikan DIY: SMP Bina Muda Mendidik Siswa Berkarakter ‘Jalmo Kang Utomo’

Sekretaris Dewan Pendidikan DIY, Tim Apriyanto yang turut menghadiri kegiatan tersebut menilai bahwa kegiatan di SMP Bina Muda tersebut merupakan salah satu contoh praktik terbaik dari wujud partisipasi masyarakat di dunia pendidikan. Sebab, model pembelajaran di SMP yang didirikan oleh masyarakat Panggang pada 17 Agustus 1957 tersebut tidak hanya mengasah sisi kompetensi intelektual, tetapi juga kompetensi keterampilan hidup (life skill) berbasis kearifan lokal.

“SMP Bina muda ini menjadi salah satu contoh sekolah dengan rekam jejak sejarah yang cukup panjang konsisten membekali siswa bukan hanya aspek akademik saja, tapi juga ekstra kurikuler yang mendidik siswa untuk memiliki karakter Jalmo Kang Utomo (Manusia yang Utama),” jelas Tim.

Ketua Umum Yayasan Bina Muda (kiri) menyerahkan dua buku sebagai souvenir untuk para mahasiswa asing (dok. kabarkota.com)

Untuk itu pihaknya berharap, SMP Bina Muda menyusun program jangka panjang yang strategis untuk keberlanjutan sekolah. Terlebih, sekolah ini memiliki keunikan tersendiri, karena sekolah ini sudah berdiri sejak sebelum ada sekolah-sekolah lain di Panggang dan sekitarnya.

Tim juga menyatakan bahwa Dewan Pendidikan DIY juga siap memfasilitasi, jika memang diperlukan.

“Kami bisa memfasilitasi dalam banyak hal. Misalnya mempertemukan sekolah dengan para pihak yang memiliki konsens untuk keberlangsungan SMP ini atau pun secara kreatif memfasilitasi agar sekolah memiliki kemitraan jangka menengah ataupun jangka panjang,” sambung pria yang juga pengurus Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DIY ini.

Ketua Umum Yayasan Bina Muda, Cahyadi Sunarno menambahkan, adanya ekstrakurikuler karawitan dan pembuatan ecoprint di SMP tersebut sebagai upaya untuk melestarikan seni dan budaya Indonesia yang semakin banyak diminati dan dipelajari oleh warga di berbagai belahan dunia agar tidak punah maupun diklaim oleh negara lain.

“Dengan banyak memberikan ekstrakurikuler dalam bentuk seni seperti ini, secara tidak langsung juga mendidik kecerdasan emosional anak. Meskipun para siswa di sini rata-rata kecerdasan intelektualnya sedang, namun kami mengupayakan agar kecerdasan emosional mereka tinggi,” tuturnya.

Karawitan dan Ecoprint, Program Unggulan SMP Bina Muda

Sementara Kepala Sekolah SMP Bina Muda, Warsini menyebut, seni karawitan dan ecoprint merupakan dua program ekstrakurikuler unggulan di sekolahnya.

“Itu sengaja kami ambil karena memang SMP-SMP di sekitar wilayah ini belum ada yang memiliki ekstrakurikuler karawitan. Jadi ekstrakurikuler unggulan ini untuk menarik siswa-siswi yang akan masuk ke Bina muda,” tegasnya.

Lebih lanjut Wastini mengaku bahwa dirinya merasa terpanggil mengajar di SMP yang terletak di Padukuhan Panggang III, Kalurahan Giriharjo, Kapanewon Panggang, Gunungkidul, DIY tersebut karena rata-rata siswa yang masuk di sekolah gratis ini adalah warga masyarakat yang tingkat ekonominya rendah.

Penyerahan kain batik ecoprint karya SMP Bina Muda untuk para mahasiswa asing (dok. kabarkota.com)

Pada kesempatan ini, Darmanto yang juga putra dari inisiator berdirinya SMP Bina Muda berharap, kunjungan dari WWC kali ini bisa menjadi awal yang baik untuk menguatkan jaringan kerja dan tertarik memberikan donasi kepada SMP Bina Muda yang biaya operasional sepenuhnya hanya bersumber dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp 47 juta per tahun.

Harapan serupa juga disampaikan salah satu siswa kelas 7, Yoga yang mengaku senang dan bangga sekolahnya mendapatkan kunjungan dari para mahasiwa asing. Terlebih, mereka bisa saling berinteraksi secara langsung.

“Melalui kegiatan ini, kami berharap SMP Bina Muda lebih dikenal masyarakat secara luas,” katanya. (Rep-01)

Pos terkait