Ketika Miras Merenggut Masa Depan Anak Muda, Siapa Berani Tanggung Jawab?

Poster yang dibawa salah satu massa aksi dari FUI DIY di depan gedung DPRD DIY, pada 25 Oktober 2024. (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Pria asal Bogor, Jawa Barat, Bayu Sura Muhamarram tak pernah menyangka, kedatangannya di Yogyakarta justru menjadi petaka bagi dirinya. Tak hanya itu, impiannya menjadi Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di tahun 2024 ini pun harus pupus, lantaran musibah yang dialaminya.

Petaka bermula ketika Bayu bersama Muhammad Puger menjadi korban klitih saat tiba di Yogyakarta, pada hari jumat (25/10/2024) dini hari. Saat sepeda motornya melintas di simpang tiga Gamol, Kalurahan Balecatur, Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman, Bayu dan Puger yang berboncengan dipepet oleh sekelompok pengemudi motor yang membawa senjata tajam.

“Saya melihat, mereka yang berboncengan 1 motor bertiga itu yang tengah mabuk,” ungkap Bayu, baru-baru ini.

Melihat para pelaku membawa senjata tajam sejenis celurit, keduanya pun membelokkan motornya, masuk ke sekitar Jl. Baru Pasekan. Namun karena kondisi jalan gelap dan sepi keduanya berbalik arah ke barat untuk mencari tempat yang ramai.

Ternyata, para pelaku mengejar mereka dan sesampainya di jalan masuk Pasar Balecatur sisi timur, motor yang dikendarai Bayu dan Puger terjatuh hingga keduanya lari ke warung kopi di dekat lokasi. Namun, para pelaku langsung menganiaya korban dengan menggunakan senjata tajam.

Akibatnya, Bayu dan Puger terluka cukup parah hingga harus menjalani operasi di RS PKU Gamping. Bahkan, Bayu yang awalnya luka di bagian leher, kini sebagian tubuhnya tidak bisa digerakkan.

Padahal menurut penuturan salah satu keluarga korban, Mia Ayu Nadia, keduanya datang ke Yogyakarta untuk mengikuti tes CPNS yang dijadwalkan pada 25 Oktober 2024.

“Karena tidak bisa mengikuti tes, sudah otomatis gugur,” sesal Mia saat dihubungi kabarkota.com, pada Senin (28/10/2024).

Salah satu korban penganiayaan di Gamping Sleman saat menjalani perawatan intensif di RS. (dok. istimewa)

Mia mengatakan, saat ini, kondisi Puger sudah relatif membaik dan tidak lagi dirawat di RS. Sedangkan Bayu, karena sebagian tubuhnya belum bisa digerakkan secara normal, maka dirujuk ke salah satu RS di Bogor.

Sebagian Pelaku sudah Diamankan Polisi?

Terkait pelaku, Mia mengaku mendapatkan informasi dari kepolisian bahwa sebagian dari terduga pelaku penganiayaan saudaranya tersebut telah diamankan oleh pihak kepolisian.

“Pelakunya sudah tertangkap empat orang dan dua orang lagi masih buron,” sebut Mia.

Namun saat dikonfirmasi, Kapolsek Gamping, Ajun Komisaris Polisi (AKP) Sandro Dwi Rahardian mengaku masih melakukan proses penyelidikan.

“Sementara masih kami kejar,” ucapnya.

Miras dan Keresahan Ormas Islam

Kasus yang menimpa Bayu dan Puger itu hanyalah satu dari sekian banyak kasus kejahatan akibat konsumsi Minuman Keras (Miras) yang terjadi di Yogyakarta, akhir-akhir ini.

Sebelumnya, dua santri Pondok Pesantren Al-Fatimiyah Krapyak Yogyakarta juga menjadi korban salah sasaran oleh pelaku yang diduga sedang mabuk. Penganiayaan yang mengakibatkan korban mengalami luka parah itu terjadi di Prawirotaman Yogyakarta, pada 23 Oktober 2024. Peristima tersebut mengundang reaksi keras dari Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor DIY.

Kondisi tersebut mengundang keprihatinan dari berbagai Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam, khususnya yang tergabung dalam Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) DIY hingga menggelar “Aksi Jalan Kaki Rakyat Jogja Mengadu” ke Kantor Gubernur, dan gedung DPRD DIY yang berada di Kawasan Malioboro, pada 25 Oktober lalu.

Setelah salat Jumat di Masjid Gedhe Kauman, massa aksi berjalan kaki menuju ke Kantor Gubernur DIY di Kompleks Kepatihan Yogyakarta. Sesampainya di Kepatihan, perwakilan dari FUI DIY menyerahkan surat permohonan audiensi yang ditujukan kepada Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X.

Fadlun Amin selaku Ketua Angkatan Muda (AM) FUI DIY mengaku prihatin dengan peredaran miras yang kian merebak di masyarakat. Terlebih, sudah ada banyak korban kekerasan maupun penganiayaan di Yogyakarta yang para pelakunya diduga menegak miras.

Oleh karenanya, Fadlun berharap bisa beraudiensi langsung dengan Sultan guna menyampaikan permasalahan tersebut.

Aksi FUI DIY di depan gedung DPRD DIY, pada 25 Oktober 2024. (dok. kabarkota.com)

Asisten Sekda DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Tri Saktiyana yang menerima secara simbolik penyerahan surat permohonan tersebut, menyatakan bahwa pihaknya akan segera menyampaikan surat permohonan audiensi tersebut ke Gubernur DIY.

“Kami yakin bapak Gubernur mengalokasikan waktu untuk menemui perwakilan FUI,” kata Tri di Kepatihan, pada 25 Oktober 2024.

Menurut Tri, pada intinya FUI DIY ingin mendorong Pemda agar mengembalikan aturan tentang pengendalian peredaran miras sesuai dengan regulasi yang telah ada.

Selanjutnya, massa aksi bergerak ke utara menuju gedung DPRD DIY untuk menyampaikan permohonan serupa kepada para wakil rakyat.

Salah satu tokoh FUI DIY, Ustad Umar Said berpandangan bahwa miras telah merusak moral generasi muda dan mendatangkan musibah yang bisa menimpa semua orang, termasuk yang tidak bersentuhan dengan miras.

Penyerahan surat permohonan audiensi dari FUI ke pimpinan DPRD DIY, pada 25 Oktober 2024. (dok. kabarkota.com)

Innalillahi wa innaillaihi rojiun. Miras ini berbahaya,” tuturnya di depan para anggota DPRD DIY.

Hal serupa juga disampaikan Presidium FUI DIY, Syukri Fadholi. Pihaknya menilai, miras telah membahayakan kesehatan moral bangsa dan masyarakat.

“Miras adalah sumber dari segala sumber kerusakan manusia,” tegas mantan wakil Walikota Yogyakarta ini.

Syukri mencontohkan, maraknya klitih di Yogyakarta adalah salah satu akibat dari konsumsi miras khususnya di kalangan anak-anak muda.

Bagi Yogyakarta, sebut Syukri, miras juga mengancam stabilitas Yogyakarta sebagai Kota Budaya dan Kota Pendidikan.

“Jika Miras tidak bisa berantas, maka rusaklah marwah Keraton Yogyakarta, serta marwah Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan dan Kota Budaya,” sambungnya.

Untuk itu, FUI DIY mendesak DPRD DIY agar segera menggelar pertemuan bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) guna mengambil kebijakan khusus membentuk tim penanggulangan Penyakit Masyarakat (Pekat) dengan tujuan menghentikan peredaran miras.

“Kami meminta pimpinan DPRD agar dalam waktu 1 bulan ini bisa merealisasikan kebijakan tersebut,” tuturnya.

Syukri menganggap hal itu penting untuk mencegah kemarahan publik yang semakin besar akibatkurangnya upaya pemberantasan miras yang kian meresahkan masyarakat.

Presidium FUI DIY, Syukri Fadholi. (dok. kabarkota.com)

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPRD DIY, Taufik menyatakan, pihaknya akan menyampaikan surat dan aspirasi FUI tersebut kepada pimpinan DPRD sehingga bisa segera ditindak-lanjuti.

Sedangkan anggota DPRD DIY, M. Yazid yang turut menemui perwakilan FUI menambahkan bahwa pada dasarnya, DPRD telah mengambil langkah kebijakan terkait penanganan masalah Miras. Salah satunya, dengan pengesahan Peraturan Daerah (Perda) DIY Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol Serta Pelarangan Minuman Oplosan.

“Sebenarnya kalau Perda itu ditegakkan, Insya Allah, Miras tidak marak beredar seperti sekarang,” tegasnya. Hanya saja, kata Yazid, leading sector di tingkat Kabupaten/Kota justru terkesan lempar batu sembunyi tangan.

Untuk itu pihaknya mengusulkan agar ada revisi Perda 12/2015 itu untuk lebih memperketat peredaran Miras.

Sementara di luar gedung, salah satu massa aksi, Iqbal menyerukan ancaman sweeping ke outlet-outlet maupun penjual miras, jika aparat tidak mengambil tindakan tegas dalam kurun waktu 3×24 jam.

“Hari senin (29/10/2024), kita akan melakukan sweeping akbar bersama seluruh laskar dan Ormas Islam,” seru Iqbal.

Mengingat, kata dia, bahaya miras sudah mengancam keselamatan dan nyawa masyarakat. Hal itu terbukti dengan rentetan kasus kejahatan yang terjadi di Yogyakarta. Di antaranya, kasus pengeroyokan dan penganiayaan dengan senjata tajam hingga kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.

Bahas Miras, Gubernur Panggil Bupati & Walikota Yogya

Desakan FUI DIY ini pun membuahkan hasil karena pada Senin (28/10/2024), Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengumpulkan seluruh Bupati dan Walikota Yogyakarta untuk membahas peredaran Miras. Pertemuan tersebut digelar tertutup di Kompleks Kepatihan Yogyakarta.

Sekda DIY, Benny Suharsono menyampaikan, pertemuan tersebut bertujuan untuk menyamakan langkah antara Pemda DIY dan Pemerintah Kabupaten/Kota terkait penanganan peredaran Miras. Terlebih, sebelumnya telah ada masukan dari FUI DIY.

“Nanti kami lihat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag)-nya supaya tidak saling lempar,” sambungnya. Mengingat, dalam Permendag dan turunannya itu telah diatur secara jelas tentang langkah yang harus dilakukan.

Sementara jika menunggu terbentuknya Perda baru, maka akan membutuhkan waktu sangat lama. “Perda Kota Yogyakarta itu disahkan tahun 1953, belum ada jaman Daring atau pun online,” tegasnya.

Dampak Peredaran Miras perlu Ditekan

Di lain pihak, Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY, Farid Bambang Siswanto memaparkan bahwa merujuk pada surat dari Kementerian Perdagangan, nomor BU.01.01/435/PDN.2/SD/09/2024 tertanggal 24 September 2024 sebagai tindaklanjut tentang informasi dugaan pelanggaran ketentuan yang berlaku dalam pendistribusian minuman beralkohol, serta sesuai hasil rapat koordinasi antara Lembaga Ombudsman DIY, Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY dan Dinas Komunikasi dan Informatika DIY, ada beberapa hal yang menjadi catatan penting.

Ketua LHKP PWM DIY, Farid Bambang Siswanto (kanan). (dok. istimewa)

Di antaranya, berdasarkan Permendag Nomor 20 Tahun 2014 Junto Permendag Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol: tempat-tempat khusus penjualan langsung minuman beralkohol telah ditentukan; penjualan langsung hanya di Hotel, Bar, Restoran, dan tempat tertentu lainnya yang ditentukan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk DKI Jakarta.

Sedangkan penjualan secara eceran hanya dapat dilakukan oleh pengecer, pada Toko Bebas Bea (TBB) dan tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta; dan penjualan hanya dapat diberikan kepada konsumen yang telah berusia minimal 21 tahun dengan menunjukkan kartu identitasnya. Permendag juga melarang penjualan minuman keras beralkohol yang dilakukan secara daring/online.

Oleh karenanya, LHKP PWM DIY berpandangan bahwa pengaturan distribusi miras secara lebih ketat dan tegas perlu diterapkan di DIY sebagai daerah berbasis pengembangan Pendidikan Karakter, dan nilai-nilai Budaya Jawa yang adiluhung.

“Kami berharap, dampak peredaran Miras bisa ditekan,” pintanya.

Ribuan Botol Miras Dimusnahkan

Seiring maraknya peredaran Miras yang kian meresahkan di masyarakat, baru-baru ini, kepolisian khususnya di wilayah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman melakukan pemusnahan ribuan botol miras berbagai jenis, termasuk miras oplosan.

Pada 22 Oktober 2024, Polresta Yogyakarta memusnahkan 2.030 botol miras yang terbagi atas 972 botol miras pabrikan, dan 1.058 botol miras oplosan. Selain itu juga empat jerigen miras oplosan, serta 21 plastik isi miras oplosan.

Pemusnahan ribuan botol Miras di Polresta Sleman, pada 22 Oktober 2024. (dok. istimewa)

Di hari yang sama, Polresta Sleman juga memusnahkan 4.127 botol miras, dan 110 liter miras oplosan. Kapolresta Sleman, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol.) Yuswanto Ardi menyampaikan, penusnahan tersebut sebagai upaya menekan peredaran miras ilegal, terutama oplosan yang sangat membahayakan kesehatan.

“Kami melakukan penertiban terhadap penjual miras yang tak berizin,” tegasnya.

Selanjutnya, kata Kapolresta Sleman, para pemilik miras akan ditindak, dengan mengacu pada Perda Kabupaten Sleman Nomor 8 Tahun 2019 tentang Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol. Mereka terancam pidana kurungan maksimal enam bulan atau pidana denda paling banyak Rp 50 juta. (Rep-01)

Pos terkait