Ilustrasi (newsmedia.co.id)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Pada Pilkada 2017 mendatang, terpidana yang tengah menjalani hukuman percobaan dimungkinkan untuk maju sebagai bakal calon kepala daerah. Keputusan tersebut, berdasarkan hasil Rapat Dengar Pendapat antara DPR, pemerintah, dan penyelenggara Pemilu, pada 11 September 2016 lalu.
Namun, keputusan tersebut mengundang kekhawatiran dari banyak pihak. Pengamat Politik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Yanuardi berpendapat bahwa hal itu justru akan mengurangi integritas hasil pilkada. Mengingat, calon kepala daerah yang bermasalah hukum pasti juga bermasalah dengan integritas.
“Pemerintahan daerah yang bersih dan berwibawa juga akan sulit terwujud,” kata Yanuardi saat dihubungi kabarkota.com, baru-baru ini.
Yanuardi juga mensinyalir, aturan tersebut sengaja di-goal-kan oleh DPR guna mempurmudah pencapaian kepentingan politik partainya semata.
“Di level masyarakat sipil tentunya tetap harus menyuarakan kepentingan ideal untuk mewujudkan proses pilkada yang mendapatkan kepala daerah berintegritas,” harapnya.
Senada dengan Yanuardi, Aktifis Narasita Yogyakarta, Renny Frahesty juga menganggap, ngototnya anggota dewan dalam meloloskan aturan tersebut semakin menunjukkan pragmatisme anggota DPR.
“Yang jelas, ada indikasi kader yang dianggap ‘terbaik’ saat ini berpredikat terpidana. Warga yang cacat hukum akan sulit menegakkan hukum..dan hanya menjadi contoh dan catatan buruk dalam sejarah bangsa,” tegasnya.
Sementara, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DIY, Hamdan Kurniawan juga mengaku khawatir jika nantinya pasal tentang terpidana hukuman percobaan diperbolehkan masuk dalam bursa Pilkada 2017 itu benar-benar dimasukkan dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan, maka amanat Pilkada untuk menyaring dan menjaring pemimpin daerah yang ideal dan tidak bermasalah secara hukum menjadi tak terpenuhi.
Hanya saja, pihaknya masih menunggu kepastian melalui regulasinya. “Sampai dengan saat ini, belum lahir PKPU Pencalonan,” ucap Hamdan, Selasa (13/8/2016). (Rep-03/Ed-03)