KPK Terima 7.000 Laporan Korupsi

Seminar Nasional Antikorupsi, di UMY, Rabu (11/5/2016). (sutriyati/kabarkota.com)

BANTUL (kabarkota.com) – waWakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif mengungkapkan, pihaknya menerima sekitar 7 ribu laporan korupsi per tahun, dengan jenis korupsi, antara lain gratifikasi, penyalahgunaan wewenang, serta pengadaan barang dan jasa.

Bacaan Lainnya

Sedangkan, menurut Laode, jumlah pegawai di institusinya total 1.400 orang, dengan penyidik sekitar 100 orang saja.

Maraknya korupsi itu, anggapnya, berakar dari budaya permisif masyarakat, konsumerisme keluarga dan lingkungan, dan juga kerapuhan nilai-nilai agama dalam keluarga

“Masyarakat kita sakit, sangat sakit — Kita sampai takut berbuat jujur,” sebut Laode, dalam Seminar Nasional Antikorupsi, di UMY, Rabu (11/5/2016).

Dampaknya, lanjut Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar ini, Masyarakat menjadi korban pertama dari korupsi. Pihaknya mencontohkan, banyaknya orang Indonesia yang kini dikirim sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri, dan ketimpangan kemiskinan.

Selain itu, korupsi dan inefisiensi birokrasi juga masih menjadi titik lemah investasi di Indonesia.

Karenanya, Laode berharap, ada peran mahasiswa salam upaya pencegahan ataupun pemberantasan korupsi. Mahasiswa sebagai agen perubahan, harus memiliki moral yang baik, jujur, pemberani dan gemar membaca.

“Kami berharap mahasiswa sebagai agen perubahan, bisa menjadi penyebar virus anti korupsi,” pintanya.

Sementara, Trisno Raharjo, Anggota Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah menyebutkan, sedikitnya ada tiga sektor yang level korupsinya memprihatinkan dan perlu mendapatkan perhatian serius.

Pertama, korupsi di sektor pangan. “Indonesia itu negara agraris tapi petaninya tidak sejahtera,” sesal Dosen Fakultas Hukum UMY ini. Banyak program yang dicetuskan pemerintah, kata Trisno, namun hasilnya tak sesuai harapan.

Kedua, korupsi di sektor pelabuhan yang mengakibatkan pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia tidak berfungsi secara efektif. Ia juga mencontohkan kasus korupsi yang menjerat R.J. Lino di Pelindo II, baru-baru ini.

“Ini penting, karena penting menjadi tempat masuk pintu perdagangan kita,” ujarnya.

Ketiga, korupsi di sektor pertambangan, energi, dan Migas. Trisno menduga adanya kesalahan pengelolaan sumber daya energi selama ini. Mengingat, Indonesia memiliki berbagai sumber energi tersebut, namun pada kenyataannya, rakyat masih miskin. (Rep-03/Ed-03)

Pos terkait