Lahan dan Bangunan PKL Gondomanan Yogya Dieksekusi

Eksekusi lahan dan bangunan PKL Gondomanan Yogyakarta, Selasa (12/11/2019). (dok. kabarkota.com)

YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Selasa, 12 November 2019, sekitar pukul 09.00 WIB, menjadi hari berat bagi Budiono, Agung, Sutinah, Sugiyadi, dan Suwarni.

Bacaan Lainnya

Lima Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan Jalan Brigjen Katamso, tepatnya di Kelurahan Prawirodirjan, Kecamaran Gondokusuman, Kota Yogyakarta itu terpaksa melepaskan lahan dan bangunan kios seluas kurang lebih 28 meter persegi untuk dieksekusi oleh juru sita Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta. Padahal, selama puluhan tahun, tempat tersebut menjadi lokasi mereka mencari nafkah sebagai tukang pembuat kunci duplikat maupun berjualan bakmi.

Persoalan ini bermula ketika PKL berhadapan dengan Eka Aryawan, pihak yang mendapatkan surat kekancingan dari Keraton Yogyakarta atas tanah seluas 73 meter persegi di sekitar lokasi yang ditempati PKL selama puluhan tahun. Eka selaku penyewa tanah Sultqn ground merasa akses masuk menuju rumahnya terhalangi oleh kios yang dibangun oleh PKL yang belum memiliki surat kekancingan.

Pada tahun 2015, Eka Aryawan melalui kuasa hukumnya menggugat para PKL ke Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, agar mengosongkan lokasi seluas 28 meter persegi di depan rumahnya, untuk dibuat jalan akses keluar masuknya. Permohonan Eka dikabulkan sebagian oleh PN Yogyakarta.

Putusan eksekusi dari Ketua PN Yogyakarta dibacakan oleh salah seorang juru sita, Heri Catur Pudiyanto di hadapan puluhan orang, termasuk aparat kepolisian yang turut mengamankan jalannya eksekusi di sekitar lokasi.

Menurutnya, pada 9 November 2018, ketua PN Yogyakarta sebenarnya telah mengeluarkan surat teguran kepada pihak tergugat, yakni para PKL agar mengosongkan lokasi dalam waktu maksimal delapan hari, sejak adanya putusan pemohon (Eka Aryawan) dikabulkan pengadilan, dengan kekuatan hukum tetap. Sedangkan penetapan eksekusi tertanggal 27 Desember 2018

“Menimbang bahwa tanah obyek eksekusi berada di wilayah hukum Pengadilan Negetri Yogyakarta, maka pelaksanaan eksekusi haruslah dilaksanakan oleh PN Yogyakarta,” jelas Heri.

Heru menganggap, instruksi pengosongan terhadap tanah dan bangunan serta segala sesuatu yang kukuh dan tertanam di atasnya tanpa terkecuali di atas seluas 28 meter persegi itu beralasan, karena para PKL dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum, dengan menempati lahan tanpa izin dari penggugat maupun keraton Yogyakarta.

Suasana sempat memanas ketika barisan pendukung PKL yang hendak menghalangi upaya eksekusi oleh PN Yogyakarta, berhadapan dengan aparat keamanan yang berusaha mendesak mundur mereka.

“Tolak penggusuran PKL atau cabut Kekancingan Eka!” teriak salah satu pendukung PKL, Tri Wahyu KH di tengah-tengah massa.

Hanya saja, suasana mereda ketika staf keraton dihadirkan untuk menyaksikan pengukuran ulang, serta penyampaikan pesan agar eksekusi ditunda jika belum ada kejelasan batas tanah dan bangunan yang akan dieksekusi.

Namun, pesan dari pihak keraton tersebut rupanya tak diindahkan karena pihak PN Yogyakarta tetap melakukan eksekusi, dengan memagari tanah serta bangunan dengan seng.

Salah seorang PKL, Agung mengaku pasrah melihat tempat usahanya dipagari dengan bambu dan seng oleh juru sita.

Sementara, Budiono yang sehari-hari menjadi tukang pembuat kunci duplikat mengatakan, pihaknya akan kembali menemui pihak keraton untuk meminta keadilan, agar mereka tak digusur.

Sehari sebelumnya atau tanggal 11 November 2019, mereka berlima juga telah melakukan topo pepe di alun-alun utara keraton Yogyakarta untuk mencari keadilan, namun tak diindahkan oleh pihak keraton.

Proses eksekusi berlangsung hampir tiga jam, hingga akhirnya pihak PN Yogyakarta menyerahkan kuasa atas lahan tersebut kepada pengacara Eka Aryawan, Oncan Purba yang turut hadir menyaksikan proses eksekusi.

Sementara para PKL melanjutkan aksi dengan melakukan longmarch menuju kantor Panitikismo di kompleks Keraton Yogyakarta. (Rep-01)

Pos terkait