Majelis Hakim PN Sleman Dilaporkan Ke MA dan KY

penasehat hukum, Taufiqurrahman (kiri) dan Kurnia Nuryawan  (kanan) saat menggelar jumpa pers di Sleman, Senin (21/12). (Sutriyati/kabarkota.com)

SLEMAN (kabarkota.com) – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Senin (21/12) dilaporkan ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial oleh penasehat hukum, Taufiqurrahman dan Kurnia Nuryawan atas tindakannya yang dinilai telah mengintimidasi terdakwa, subyektif, dan memihak dalam persidangan.

Bacaan Lainnya

Taufiq menjelaskan, tindakan buruk majelis hakim tersebut menimpa pada kliennya, Wartono bin Warso yang terlibat kasus dugaan penggelapan dan penipuan atas bisnis peternakan hewan kurban bersama seorang Guru Besar di FEB UGM, Muhammad Fatih.

"Dalam beberapa persidangan terakhir, ketua Majelis Hakim selalu menyampaikan siap-siap terdakwa akan ditahan dengan nada yang tinggi," kata Taufiq kepada wartawan di Sleman.

Pihaknya menyebutkan, Majelis Hakim yang menangani perkara persidangan tersebut, yakni Roro Endang Dwi Handayani sebagai ketua, Lingga setiawan dan Muhammad baginda Rajoko Harahap sebagai anggota. Sedangkan terdakwa merupakan tenaga ahli di Fakultas Peternakan UGM.

"Awalnya kami memahami ini bahasa nasehat, tapi menurut kami, intimidasi majelis hakim kepada terdakwa itu telah direncanakan sejak terdakwa sebagai saksi," ungkapnya.

Selain itu, ditambahkan Taufiq, Majelis Hakim juga telah mempunyai keyakinan bahwa terdakwa bersalah hanya karena diam saat ditanya di persidangan.

Karenanya, Taufiq juga mengaku telah mengirim nota keberatan kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dengan No. 463/Pid.B/2015/PN.SMN itu, dan meminta penggantian majelis hakim pada persidangan-persidangan berikutnya.

Perkara hukum itu bermula ketika  Wartono dan Fatih menjalin kerjasama bisnis untuk penggemukan hewan kurban, sejak 2011 lalu. Hanya saja, sejak dua tahun terakhir Fatih menganggap bisnis antarkolega itu merugi karena ada sebagian hewan kurban yang belum laku, sehingga mengakibatkan pembengkakan biaya operasional hingga mencapai Rp 600-an juta. (Rep-03/Ed-03)

Pos terkait