Guiding Block di kawasan Malioboro Yogyakarta yang sebagian sudah lepas. (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Malioboro menjadi salah satu ruang terbuka publik di jantung Kota Yogyakarta. Di sini, berbagai fasilitas umum, seperti bangunan dan sarananya, jalan, serta angkutan umum disediakan agar bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat, tak terkecuali bagi para penyandang disabilitas.
Pemerintah Daerah (Pemda) DIY, dalam hal ini telah berupaya membangun fasilitas-fasilitas khusus para penyandang disabilitas, seperti guiding block di sepanjang Malioboro untuk mempermudahbagi penyandang tuna netra saat berjalan di kawasan tersebut.
Selain itu, fasilitas-fasilitas khusus untuk membantu mobilitas penyandang disabilitas juga ditambahkan di gedung-gedung umum, seperti ramp dan tanjakan, pintu ruangan, dan tangga yang “ramah” difabel. Termasuk juga transportasi umum, seperti Transjogja yang berlalu-lalang di Malioboro.
Hal itu sekaligus merupakan implementasi dari Peraturan Daerah (Perda) No. 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas, yang juga mengamanatkan agar Pemda dan masyarakat mewujudkan dan memfasilitasi aksisibilitas penggunaan fasilitas umum bagi para penyandang disabilitas, sesuai dengan kewenangannya. Terlebih, ada target “Yogya Aksesibel 2024”.
Namun, berdasarkan hasil survei Aksesibilitas di Malioboro dan Balaikota Yogyakarta yang dilakukan organisasi penyandang disabilitas di DIY yang mengatarnamakan Ohana Indonesia pada 12 September 2018, fasilitas khusus bagi para penyandang disabilitas di kawasan Malioboro Yogyakarta dinilai belum cukup aksesibel.
Salah satunya, Didit Yudianto dari Ohana menyebutkan, material dan curbs untuk guiding block yang ada di Malioboro, baru 45% memenuhi kebutuhan para penyandang tuna netra.
“Mengenai bahan yang digunakan (guiding block) menurut bukan para penyandang disabilitas bagus, tapi bagi kami itu belum sesuai kebutuhan,” ungkap Didik kepada wartawan, usai audiensi dengan anggota DPRD DIY, Kamis (13/12/2018).
Menurutnya, guiding block yang dibuat dari bahan alumunium berwarna abu-abu yang dipasang di sepanjang malioboro itu, meskipun dari teksturnya bagus sebagai penunjuk jalan, tapi dari sisi warna tak cukup membantu bagi para penyandang low vision. Termasuk juga bahannya yang mudah lepas, jika dibandingkan guiding block yang terbuat dari ubin berwarna kuning.
Sementara Nuning Suryatiningsih dari Ciqal menambahkan, alat pegangan yang dipasang di gedung-gedung umum, serta tanjakan yang selama ini dibuat masih cukup menyulitkan untuk dilalui para pengguna kursi roda ataupun penyandang tuna daksa.
Begitu juga dengan bus transjogja yang posisi berhentinya cukup jauh dari shelter sehingga menyulitkan para difabel untuk mengaksesnya.
Menanggapi hasil survei tersebut, Wakil Ketua Pansus DPRD DIY pengawasan Perda No 4 Tahun 2012, Huda Tri Yudiana mengungkapkan, pihaknya mengapresiasi berbagai masukan yang disampaikan Ohana, dan akan segera memanggil para stakeholder terkait, guna menindaklanjuti temuan tersebut. Termasuk mempertimbangkan kenaikan anggaran untuk mendukung implementasi Perda tersebut, agar lebih baik. (Rep-01)