Ilustrasi (dok. kabarkota.com)
SLEMAN (kabarkota.com) – Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Pasal di PKPU No 20 Tahun 2018, yang mengatur tentang Larangan mantan narapidana kasus korupsi, bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dalam Pemilu 2019 disayangkan oleh banyak pihak, terutama para pegiat antikorupsi.
Novel Baswedan, salah seorang yang selama ini sangat konsens dalam upaya pemberantasan korupsi berpendapat bahwa umumnya, orang melakukan korupsi itu, tidak hanya sekali berbuat.
“Ketika orang itu tertangkap karena masalah korupsi, kemungkinan besar dia sudah sering berbuat begitu,” anggap Novel saat ditanya kabarkota.com, di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Rabu (19/9/2018)
Pertanyaannya, lanjut penyidik senior di Komisi Pemberantasan Korupsi ini, “Apakah kita ingin menggantungkan harapan, apakah kita akan mewakilkan diri kita kepada orang-orang yang punya masalah seperti itu? Kalau saya pribadi tidak, jadi saya setuju dengan KPU.”
Sebelumnya, seperti dilansir laman hukumonline (13/9/2018), mantan terpidana kasus suap dana penyesuaian infrastruktur daerah, Wa Ode Nurhayati bersama 11 rekannya mengajukan permohonan ke MA, untuk melakukan uji materi atas pasal Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 huruf g Peraturan KPU No. 20 Tahun 2018 dan Pasal 60 huruf j Peraturan KPU No. 26 Tahun 2018 yang dinilai bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu.
Akhirnya, pada 13 September 2018 lalu MA mengabulkan permohonan tersebut, dengan membatalkan Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 huruf g PKPU No. 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/kota, dan Pasal 60 huruf j Peraturan KPU No. 26 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD terkait larangan mantan narapidana kasus korupsi, bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dalam Pemilu 2019.
MA berdalih, kedua Peraturan KPU tersebut bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu yang menyebut:
“bakal calon DPR dan DPRD harus memenuhi persyaratan: tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.”
Tak hanya itu, materi kedua Peraturan KPU tersebut juga dianggap bertentangan dengan Putusan MK, yang telah memperbolehkan mantan narapidana menjadi calon anggota legislatif, sepanjang yang bersangkutan mengumumkan kepada publik bahwa dirinya merupakan mantan terpidana. (Rep-03)