Salah satu poster yang dibawa dalam aksi SIGAB dan Jaringan Organisasi Masyarakat Sipil di DPRD DIY, pada Selasa (10/12/2024). (dok. kabarkota.com)
YOGYAKARTA (kabarkota.com) – Puluhan penyandang disabilitas berkumpul di beranda gedung DPRD DIY, pada Selasa (10/12/2024) pagi. Mereka duduk membentuk formasi U, dengan podium merah berukuran kecil dan rendah, di tengahnya.
Langit mendung hingga gerimis turun tak terlalu mereka hiraukan. Meskipun, sebagian orang yang awalnya duduk di kursi lipat merah bergeser masuk ke beranda.
Beberapa difabel yang membawa poster, duduk di lantai sembari mengangkat poster-poster mereka. Salah satu poster bertuliskan “Tindak tegas pelaku kekerasan terhadap difabel” yang dibawa oleh seorang perempuan berbaju biru.
Rupanya mereka sedang memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP), Hari Hak Asasi Manusia (HAM), dan Hari Disabilitas Internasional. Dengan mengusung tema Mendukung Pemenuhan HAM dan Perindungan Perempuan Difabel, kegiatan ini diinisasi oleh Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) bersama jaringan organisasi masyarakat sipil Yogyakarta.
Selain menyampaikan orasi-orasi dan hiburan live music, di akhir acara, mereka membacakan policy breaf dan diserahkan kepada perwakilan dari Pengadilan Negeri (PN) dan Polresta Yogyakarta, serta penandantanganan komitmen bersama.
Program Officer SIGAB Indonesia, Ninik mengatakan, perempuan difabel merupakan bagian dari komunitas rentan. Mengingat, mereka bisa mengalami tiga lapis diskriminasi. Yakni diskriminasi miskin secara ekonomi, pengetahuan, jaringan, dan informasi.
Bahkan, kata Ninik, perempuan difabel juga rentan menjadi korban kekerasan fisik, psikis, seksual, serta Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
“Perempuan difabel juga kerap menjadi korban eksploitasi,” ucap Ninik saat membacakan policy Breaf di beranda gedung DPRD DIY.
Berdasarkan pendampingan kasus yang dilakukan SIGAB terhadap difabel yang menjadi korban kekerasan, sepanjang tahun 2016-2024, tercatat ada 183 kasus. Mulai dari kasus kekerasan seksual, KDRT, hingga penelantaran, serta kasus lainnya.
Sedangkan menurut data Komisi Nasional (Komnas) Perempuan pada tahun 2010 – 2012, tercatat 10.961 kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 35 persen (3.836 kasus) di antaranya menimpa perempuan difabel. Itu artinya, jika dirata-rata per tahun ada 1.278 kasus kekerasan menimpa perempuan difabel. Dengan kata lain, ada 3-4 kasus kekerasan yang menimpa perempuan difabel setiap harinya.
Lebih lanjut Ninik menerangkan, sebagai korban, perempuan difabel, anak difabel, dan difabel mental, seringkali berada di bawah relasi kuasa dari pelaku tindak pidana sehingga korban takut melapor maupun memberi kesaksian. Bahkan tak jarang, mereka kembali menjadi korban tindak pidana serupa.
“Dalam ranah hukum, seringkali difabel dianggap tidak cakap melakukan tindakan hukum, yang menyebabkan dia kehilangan hak-hak ekonomi dan sosial, serta tidak dapat memperjuangkan haknya melalui proses peradilan,” sesalnya.
Komitmen Pendampingan Hukum dan Penuntasan Kasus Penyandang Disabilitas
Pada kesempatan tersebut, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, Ratna Dianing Wulansari menjelaskan, pihaknya sebagai penegak hukum di pengadilan dalam menghadapi perkara-perkara yang masuk, termasuk dari perempuan difabel akan ditangani sesuai peraturan yang berlaku, sebagaimana Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.
“Untuk difabel, baik sebagai terdakwa, saksi, maupun korban tetap ada pendampingannya,” tutur Ratna.
Hal senada juga disampaikan Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polresta Yogyakarta, Ipda Apri Sawitri yang berkomitmen untuk menangani kasus perempuan anak dan disabilitas hingga akhir.
Pihaknya juga mengimbau agar masyarakat, termasuk penyandang disabilitas berani melaporkan kasus-kasus kekerasan kepada.
Selain itu, Apri menekankan, agar masyarakat, tak terkecuali para penyandang disabilitas memahami dan mematuhi hukum.
“Kami berharap jangan apatis dan buta hukum,” pinta Komite Disabilitas Kota Yogyarta periode 2021 -2023 ini.
Dengan begitu, kata Apri, akan membantu masyarakat difabel mengetahui hak mereka, dan berani menyuarakannya. (Rep-01)