Lee Kuan Yew sebelum meninggal. (Sumber: forbes.com)
SINGAPORE (kabarkota.com) – Pendiri negara Singapura, Lee Kuan Yew meninggal pada, Senin (23/3) pagi. Lee Kuan Yew telah berjuang sejak 5 Februari 2015 lalu melawan keganasan radang paru-paru yang akut sebelum akhirnya meninggal. Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong menyampaikan hari ini menjadi masa berkabung nasional di Singapura.
Mengutip forbes.com, Lee Kuan Yew menjadi salah seorang pendiri negara yang sukses menjadikan Singapura salah satu kekuatan ekonomi di Asia Tenggara. Bahkan, ia pernah menjabat sebagai perdana menteri terlama di dunia, yakni sejak 1959 hingga 1990.
Meninggalnya Lee Kuan Yew menjadikan spekulasi akan masa depan Singapura. Warisannya soal kemakmuran dan ketertiban mulai diragukan. Sebabnya, Lee Kuan yew dianggap tidak meninggalkan sistem kepercayaan dalam pemerintahan kepada tokoh-tokoh pemimpin di dunia.
Disamping itu, ketidakpuasan juga muncul lantaran kontrol pemerintahan serta biaya hidup yang semakin tinggi di negara tersebut. Tercatat, sudah ada 300 ribu warga Singapura yang memilih tinggal di luar negeri. Berdasarkan sebuah survei, satu dari 10 penduduk Singapura ingin hidup di luar negeri jika mereka bisa.
Kondisi Singapura saat ini juga lebih banyak tergantung dengan asing. Bahkan, tenaga yang bekerja di negara tersebut lebih besar menggunakan tenaga asing. Hal itu dinilai tak mengherankan lantaran tingkat kelahiran di Singapura menjadi yang paling rendah di dunia. Pada tahun 1980, ada lebih dari 90% dari penduduk di Singapura merupakan warga negara setempat. Namun, hari ini, persentasenya mencapai 63% dari penduduk di Singapura merupakan penduduk asing, dan pada 2030 akan berpotensi lebih besar jika rencana pemerintah mengangkat lebih banyak tenaga asing benar-benar direalisasikan.
Kendati demikian, prestasi yang Lee Kuan Yew torehkan tidak bisa terbantahkan. Singapura kini menjadi salah satu permata perkotaan. Akan seperti apakah Singapura ke depan pasca meninggalnya Lee Kuan Yew? (forbes.com)